Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Lagu Deru

Aku berputar-putar di sana Dimana gerimis membasahi raga Dimana angin malam menghujam j iwa Cinta yang ada dimatamu Rayuan manja kala kau sebut namaku Senyummu, madu beracun Pundakmu, tempatku bersandar Dari deru luka yang dibuat dunia Dari tidak bersahabatnya masa Dari pemisah kesempatan untuk bersama Harapan yang tidak ada Hukuman berliku sulit diterima Aku, kau, siang, malam, yang terhalang Sang pencipta nan agung di sana Berilah aku satu kesempatan sahaja

Kunang II

Menghindarlah selagi kau bisa Perasaan ini tak semudah itu Menjauhlah selagi belum terlanjur Mendalam dan sulit dilupakan Larilah mumpung belum terlambat Terikat dan tak bisa lepas ------------------------------------- Cinta, Selagi belum ku pupuk Selagi belum kau sirami Selagi belum berbunga Selagi belum berwarna Selagi kau dan aku punya alasan untuk tidak bersama

Penyair

Aku tidak takut pada kemiskinan karena aku hamba dari yang maha kaya ************************************ Tapi orang akan meninggalkanku karena takut melihatku pada kemiskinan sekalipun mereka tahu Tuhanku yang maha kaya

Kunang kunang

Kita pernah berujar mau ke pantai Terus kita ulang-ulang Manisnya satu senyuman dalam bicaranya Aku sangat tidak bisa melupakan Ketakutan ketika masa mulai berkurang Rasa pedih perlahan mulai menghabisi Diamku, amuk senja Sebab perpisahan nyata di depan mata Lalu kita berakhir begitu saja Dinginku kini, seru angin gunung Dirimu si kunang-kunang Pemberi cahaya ketenangan Mengoyak luka

Hujan

Mengenai hujan itu: telah kujadikan ia Perindu mata, Angan2 dan harapku, ------------------------------------ Alangkah indah, Engkau dan hujan itu:                            sewajah @arum_pakar

Puisi III

It's painful        To say goodbye To someone u don't want to let go -------------------------------------                               But, ------------------------------------- It's more painful        To ask someone to stay When u know they want to leave @arum_pakar

Bagiku

Bagiku,,,,,                           tuhan tidak beranak dan         tidak diperanakan Bagimu, karepmu...... ------------------------------------ Pluralisme mu jangan sampai kebablasan                   Hati2, keblinger @arum_pakar

Puisi II

Segunung,,,                            hutangku padamu ------------------------------------ Bukankah sudah terhitung  lunas Saat hari,,,,, dimana kau menyayat hatiku Meminggirkanku karena tak lagi membanggakan dimatamu @arum_pakar

Puisi I

Engkau akan menjadi segalanya bagi dia,                sedang aku sirna, tidak ada sama sekali. Dia akan senantiasa bahagia,                  bila di sisinya berdiri manusia sempurna. ------------------------------------                     de borjork dibangunkan @arum_pakar

Tak Seimbang

Kau tahu, aku mulai melihatmu dari sudut yang berbeda, Aku memulai memikirkan prasangka, Jika kasih berat sebelah, aku bisa apa, Aku tidak bisa memaksakan untuk seimbang, Kasih sayang bukan perkara yang bisa dirundingkan, Adalah hati yang akan menentukan takarannya, Aku mulai menemukan luka di sudut-sudutnya, Melebar setiap waktu beriringan dengan perbedaan sikapmu, Aku menolaknya setiap waktu, Tapi pemikiran tentang kemungkinan terburuk ada di kepala, Jika ternyata kasih ditimang tak seimbang, Bisa jadi aku yang akan dibuang, Anggapan bahwa kini aku tengah jadi bualan, Seakan-akan aku tak punya masa depan, Anggapan bahwa aku tidak bisa diandalkan, Hanya karena aku seorang perempuan, Tapi aku tidak bisa menyalahkan, Karena kasih sayang bukanlah hal yang dapat dipaksakan.

Pergolakan

Akhir tahun 16 ini, keresahan Pemimpin diam, bisu Di mana para pemuda bersembunyi Dari suara bising peluru penghianat Pergolakan akan di mulai Tapi siapa yang punya jiwa pemberani Memberontak atas kuasa dzalim Pemuda, kemana kau bersembunyi Dari nurani hati melihat keadaan negeri Diammu adalah kesenangan bagi musuhmu Dan kuburan bagi negerimu

Babat PKI

Sekali lagi, aku tidak sudi Semenjak imperium dipermalukan singosari Hingga kini, nusantara tidak akan dijajah Kertanegara pernah bilang "katakan pada rajamu, aku tidak sudi dijajah cina" Kala itu putus daun telinga dan cina diusir dari Indonesia Sekali saja kau injak bumi nusantara dengan kakimu, kau akan tahu Negeriku dipenuhi syuhada siap membabatmu Tak peduli apapun itu, Negara ditegakkan dengan kehormatan para pejuang Tidak akan diam ketika racun ditebar Sampai komunis mati terkapar

Tempat Berlabuh

Hujan selalu menarik untuk dibicarakan Mengisahkan asmara penuh tanda tanya Di tempat sempit nan manis, hati namanya Cinta, aneh aku memikirkannya Perasaan bahagia ini, membara Ku baca sebait demi bait Layaknya puisi penuh misteri Betapa sulit memaknainya Tapi aneh, aku bisa merasakannya Sekalipun hatiku meronta tak percaya Sekalipun perasaan itu noda, hati tak mendengarnya Sedang aku akan jadi pengelana, terlantar tanpanya Atau berlabuh meski tahu akan tenggelam

Reha IX

Aku merelakanmu, Demi ombak samudra, Demi birunya langit, Demi udara yang kuhirup, Demi hujan yang turun, Dan juga demi kebaikan semesta, Bukan tak cinta, Bukan tak sayang, Bukan tak peduli, Dan juga bukan tak mau mengerti, Hanya saja aku patuh pada Rabbi.

Kenangan

Aku tidak mau menjadikanmu kenangan Jauh masa itu berlalu Tapi hatiku kini masih membeku Duka, ia ternyata menakutkan Tidak mungkin bisa aku hindari Jika cinta itu seperi burung, Terbang kemanapun ia mau Tak sanggup memilih tempatnya hinggap Hingga sampai di kedua tanganmu Adalah hatiku,

Palestin

Langit jauh di sana pasti gelap Bising menggelora menyergap dada Deru haru setiap hela nafasnya Saudaraku diantara gegap gempita Teguh bersikukuh pelindung iman Dihimpit pencuri hina perampas jiwa Ribuan pujian bagi sang pencipta Saudaraku, ikhlas berdiri demi agama Jauh tempatku bernaung dipenuhi doa Rabbku, yang akan menolongnya Kelak bahagia Saudaraku diantara surganya

Pembebasan

Aku orang biasa, tidak ada yang istimewa, Satu mulutku untuk berbicara, Aku ini manusia, jangan risau, Aku bukan kritikus berbakat, Cuma golongan kasta rendah, Aku hanya hidup untuk merdeka, Tidak untuk jadi pesuruh politisi kaya, Aku menulis dengan tinta biasa dan selembar kertas murahan, Gelegarnya akan sama besarnya dengan kepalamu, Biar kau dengar, orang biasa sepertiku juga bisa marah, Memburu deru menancapkan tangan, Untuk negerinya Indonesia

Suara Perbedaan

Kau begitu, aku begini Aku tidak peduli kau begitu, Jangan bertanya kenapa aku begini, Dan tak perlu nyinyir pada perbedaan, Jika aku harus begitu sepertimu, Lalu siapa yang akan begini sepertiku, Biarkan penyair membacakan isi hatinya, Biarkan aktivis membicarakan keresahan hatinya, Biarkan suara perbedaan itu dikabarkan, Kau lupa kau ada karena perbedaan, Ibu dan bapak, apa kau akan masih bertanya, Kenapa ibu perempuan dan bapak laki-laki,

212 II

Hari gelap, jangan takut kawan Ada masa kita dibangunkan Oleh deru suara adzan berkumandang Langkah kaki penuh gairah Diiringi shalawat penuh kehangatan Waktunya akan segera tiba Sesaat setelah hukum tak mampu berdiri Sewaktu kata dibungkam tak bersuara Ketika langit sejuk di atas jakarta

212

Di sini, penyair berkumpul Membahas pergolakan negeri Antara ribuan shaff di tanah lapang Menyoal hukum yang tidak lagi sejalan Hujan, hari ini begitu romantis Adalah tiang tinggi penanda kejayaan Penyair angkat senjata, kertas dan pena Gelora akbar seruan menentukan nasibnya Sampai di mana hukum kini tinggal nama Beritahu, aku datang bersamamu dan mereka semua Menyiapkan pemberontakan pada kezaliman seorang manusia

Pena dan Kertas

Gelegar suara yang terdengar Adalah nyanyian pemberontakan Dari setitik pena dan selembar kertas Mulut-mulut yang dibungkam Harapan yang dihancurkan Perasaan yang terabaikan Ah, aku mau pulang ambil senjata Sudah waktunya selembar kertas ini merdeka Biar bungkam kukubur diatas batu nisan Lalu biarkan suara tulisan ini jadi pesan ketakutan bagi para jenderal

Cover

Aku berlindung pada Rabbku, Dari duka dan nestapa, Dari cinta yang membara, Dari rupa-rupa dusta, Dari opini dan prasangka, Dari kejamnya fitnah dunia, Dari suara rayuan penggoda, Dari silaunya keindahan dunia, Dari gejolak hati para pecinta, Dari perbuatan buruk nan tercela, Dari pemimpin dzalim lagi durjana, Dari buruknya pandangan mata, Dari sumpah dan hinaan manusia, Dan dari lembah syair sang pujangga,

Baca

Aku diperintah hati, Memulai dan menyadari, Adalah kata baca yang pernah diingkari, Syair-syair palsu dulu menciderai, Cinta adalah senjata melukai diri, Jahil lagi malapetaka dibuat hati, Rabbku menjanjikan api, Bara pandangan mata tanpa arti, Perbuatan dari sebuah nurani, Baca kini jadi pertanda melangkahkan kaki, Di lembah dusta penyair pada sang Ilahi.

Rabb

Aku bangun, Aku melihat seisi kamar, Ketakutan itu menjalar, Menghabisi jiwa dalam tikar, Aku menangis mengingat ajal, Tempatku diam, termangu, Usai kemarahan penuh rindu, Aku berdoa sungguh padamu, Memohon ampun atas perbuatanku, Kecerobohan melupakan nikmatmu, Aku takut hidup tanpamu, Adalah detak nadi di leherku, Mengingatkan begitu dekat waktuku kembali padamu,

Para Penyair dalam Al Qur'an

Surat Asy Syu'araa' (Para Penyair) Ayat 201-227 Surat Asy Syu'araa' Ayat 201-227 (Para Penyair) ﺑﺴﻢ ﷲ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ Mereka tidak beriman kepadanya, hingga mereka melihat azab yang pedih, maka datanglah azab kepada mereka dengan mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya, lalu mereka berkata: "Apakah kami dapat diberi tangguh?" Maka apakah mereka meminta supaya disegerakan azab Kami? Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya. Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeripun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan; untuk menjadi peringatan. Dan Kami sekali-kali tidak berlaku zalim. Dan Al Quran itu bukanlah dibawa turun oleh syaitan-syaitan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al Quran itu, dan merekapun tidak akan kuasa. Sesungguhny

Reha VI

Reha, aku memanggil namamu Dalam sunyi sepi sendiri Aneh, perasaanku tidak berkurang padamu Sejak masa sma aku melihatmu Sejatinya aku tahu, ini sulit Malam takkan bersatu dengan pagi Bukan karena aku tidak melihatmu, Lalu aku tidak tahu kau di sini, Bukan karena aku tidak bertanya, Lalu aku tidak tahu dirimu, Bukan karena aku dingin, Lalu aku tidak memperhatikanmu, Bukan karena aku diam, Lalu kau tidak berarti untukku, Aku sangat menyayangimu,

Dibungkam

Aneh, negara demokrasi Menyampaikan pendapat dan demonstrasi dianggap subversif dan mengganggu keamanan Awal dimulainya pembungkaman Mengkritik ketidakbenaran dituduh makar Suara-suara ditindas oleh kekuasaan Demi para pemilik kepentingan Yang katanya demokrasi dikorbankan Dijajah di jaman kecerdasan yang kebablasan Pemuda yang dulu sengaja dibungkam Kini memilih bungkam asal bisa makan Pura-pura tidak tahu jika negara sedang ditikam

Dunya II

Tanpa seorang yang ku sebut teman Jika kau marah, apalagi aku Jika kau lelah, apalagi aku Jika kau resah, apalagi aku Jika kau menyesal, apalagi aku Jika kau, apalagi aku Ada masanya hati tidak mampu menabahkan diri Berbagai alasan tidak cukup untuk mengibur diri Ada waktu diri tidak mampu berdiri sendiri Jadi berhentilah, Hati ini tak boleh terluka walau sedikit

Tidur

Akhir-akhir ini tidur menjadi menakutkan Berulang kembali setiap satu malam Letih lelah kemudian Menjadi susah bangun berkali-kali Mataku, seperti tertutup kabut Terbuka, tertutup kembali Tenagaku habis untuk bertarung Kepanikan selalu melanda, kegaduhan Tidur menjadi hal yang tidak diinginkan Tapi tak sanggup melawan Kantuk yang menyeret ketenangan Menenggelamkan dalam kematian

Reha V

Rindu, mengapa air mata mengalir Aku berharap kita bertemu Anganku begitu besar padamu Hujan cinta penuh di mataku Kasih sayang, rasanya sudah tak mampu Hatiku runtuh diterpa angin rindu Melayang berlarian menemuimu Tak ingin pulang sebelum bertemu Sang pujaan pemilik hati Ku mulai kisah yang tidak mampu berhenti Meski kini kau tak sendiri Sampaikan, kawanmu sedang rindu

Sanaya II

Kita diam, jarak berjauhan Adalah tempat bernaung, hutan Kabut petang mulai menjelang Kau dan aku berdiri saling berseberangan Saling pandang penuh pertanyaan Layaknya dua orang asing Diterpa angin dingin Kekasih lepas dari tangan Senyum pudar seiring malam datang Kau dan aku duduk melihat bintang Adalah akhir malam yang menyenangkan Gadis manis di kebun teh

Kabut Sore

Tempat itu gelap, menakutkan Aneh, takdir tiba-tiba mempertemukan Di antara kabut penuh misteri Jalan itu penuh kebingungan Wajah familiar penuh keraguan Tak asing dari pandangan Hati ingin kita berteman Takdir bilang kita lawan Kita saling memaksa mengejar Ketakutan saling menyakiti kala berhadapan Aneh, asmara sulit dikendalikan

Dunya

Hati, kau sedang bercanda Mana mungkin kau melakukannya Kau menulis kisah cinta yang salah Dia, tidak mungkin kau jauhkan aku darinya Kekeliruan ini tidak bisa diterima Kita tidak sedang bermain dengan perasaan Atau pura-pura tabah menerima Dia itu cahayaku, Penerang sisi gelapku, Mana mungkin dia bukan bagianku, Pasti ada yang salah dengan itu, Atau kau sedang mengujiku agar aku menunggu,

Reha IV

Kita berdua terdiam, dalam hujan Mencari arah dan tujuan Kemana larinya sebuah perasaan Aku, kau, ini dinding penghalang Suara yang tak sampai di pendengaran Cinta, anehnya dia bernyawa Mengganggu apapun yang ada Adalah lara saat aku menafikannya Perasaan ini sangat melukai kita Asmara, dia mencoba membakar jiwa Kau membuatku sadar Tidak ada yang kita dapat dalam cinta Kecuali derita Tapi entah mengapa, Kita tetap melakukannya,

Reha III

Kita berdua terdiam, dalam hujan Mencari arah dan tujuan Kemana larinya sebuah perasaan Aku, kau, ini dinding penghalang Suara yang tak sampai di pendengaran Cinta, anehnya dia bernyawa Mengganggu apapun yang ada Adalah lara saat aku menafikannya Perasaan ini sangat melukai kita Asmara, dia mencoba membakar jiwa Kau membuatku sadar Tidak ada yang kita dapat dalam cinta Kecuali derita Tapi entah mengapa, Kita tetap melakukannya,

Meera

Karena waktu tidak memberi kesempatan untuk bicara, hingga ketidaktahuan diantara kita menjadikan kesalahpahaman yang tidak ada ujungnya, dan perpisahan adalah kata terakhirnya, ........................................... kini mau bilang apa, jika takdir ternyata mempertemukan kita, setelah waktu sekian lama, pertanyaan tetap saja menganggu jiwa, kita terlihat seperti orang asing tak saling sapa, yang dulu tak berdaya karena cinta, dan jatuh layaknya orang gila karena dusta, yang tidak kita ketahui kebenarannya, ............................................. lalu, hingga kini hati masih bicara, manisnya cinta masih tersisa, kebersamaan itu mengikat hati rupanya, kita tak tahu bagaimana cara memulainya, kegugupan kekasih yang melanda, biar takdir memulainya, atau kita mati begitu saja, cinta, kadang suka kadang duka, hanya Rabbku pelindung jiwa, dari cinta yang kembali membara,

Bangun!!!

Aku akan jadi pemeran yang hebat Pura pura tidak tahu negara dalam masalah Aku hidup di negeri yang hutangnya setinggi langit Di sesakki oleh orang-orang berperut buncit Ke sana ke mari mengeruk negeri demi duit Kekayaan negeriku dijual seperti barang murahan Aku tidak bisa lupa pulau-pulau indah dipajang di situs perdagangan Kekuasaan demi untuk menumpuk kekayaan Ini harga diri yang terlihat rendahan Cukong-cukong berebut buruh pribumi Diupah tak seberapa layaknya manusiawi Dipermalukan di negeri sendiri demi sesuap nasi Sedang pemerintah sibuk sendiri Asing disuapi, diberi kebebasan, ijin dipermudah untuk menjajah negeri Mengenaskannya pahlawan kita sudah mati Mereka akan menangis melihat asing menguasai Apa aku harus bilang ini baik-baik saja? Jika aku tidak bicara kali ini dan tetap bungkam pada ketakutan Aku tidak hanya seperti cacat fisik, tapi juga cacat mental Di mana suara-suara pemberontak penuh nyali Saat negeri dikhianati pemimpin sendiri Bangun!!! Tun

Kopi

Aku tidak apa-apa Aku hanya sedang minum kopi Aku tidak sedang melamun Aku sedang memikirkan sesuatu Aku sering pergi sendirian Aku duduk ditemani siang dan juga malam Aku sehat dan mungkin masih cukup waras Tidak apa, tidak ada yang terjadi Aku hanya sedang rindu merasakan kopi pahit yang kadang terasa manis

Reha II

Lama kita tak jumpa Melihat mukamu pun dah lama Kita berbagi suka, tapi tidak dengan duka Suaramu itu, aku mulai lupa Kita ini kawan atau apa? Jalanan, pernah kita lewati bersama Tempat itu, penghilang duka Bintang dan bulan pernah terlihat di antara kita Diamku kini, adalah malam sunyi Rindu, anehnya dia ada di sini

Sreno de borjork

Banyak nian tujuan hidup ingin kuraih Betapa banyak harapan kegantungkan dan, Betapa banyak doa-doa kupanjatkan Namun aku ini seperti musafir kelana yang tersesat Sampai akhirnya petunjuk datang, sinar terang menuntunku meretas jalan hidup yang kudambakan selama ini

Gulungan Awan

Adalah cerita yang mempertemukan kita Sebuah hasrat yang tak karuan Di sini, hatiku berdenyut ketika melihatmu Iringan lagu pemanis rindu Alangkah buruknya rasa ini mempermainkanku Tidak ada lagi yang bisa aku katakan Siapa yang akan mencintaimu seperti aku Kekasih pembawa suka cita Kekasih peredam luka Adalah gulungan awan Mengingatkan bahwa kau ini kawan Mengingatkan bahwa cinta sungguh berat

Pertanyaan dan Jawaban

KENAPA AKU DIUJI ?? QURAN MENJAWAB : Qs. Al-Ankabut : 2-3 “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. KENAPA AKU TAK MENDAPAT APA YG AKU INGINKAN ?? QURAN MENJAWAB : Qs. Al-Baqarah : 216 “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” KENAPA UJIAN SEBERAT INI ?? QURAN MENJAWAB: Qs. Al-Baqarah : 286 “Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” KENAPA FRUST??? QURAN MENJAWAB : Qs. Al-Imran : 139 “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yg paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman” B

Takut

Aku tidur Aku takut ketika bangun Derita menyelinap hendak membunuhku Aku takut luka itu Dia akan membuat di batu nisan, namaku Aku takut saat mataku terbuka Hujan air mata menikam hatiku Gejolak suara hati hampir mencekikku Aku takut derita menghampiriku Tanpa seorang kawan di sampingku

Malang Nasib

Aku hanya merasa sangat tidak bahagia Cinta, aku tidak mungkin memilikinya Harta, sial nasibku yang ditulis tuhan Kedudukan, aku diinjak tanah Sedang kebahagian kecilku, kini menjauhiku Padahal aku cuma ingin tertawa, Tapi aku dibuat untuk menangisinya Yang kuiinginkan, jauh dari kenyataan Marahku ini sangat tidak berguna Tak ada jawaban dari pencipta Tangisku ini semakin membuat buruk wajahku yang tak dibuat rupawan oleh tuhanku Nasibku, malangnya Sekedar ingin kentut sekarang saja, tidak bisa Sekedar pelipur lara saja tidak punya Dan orang pikir aku baik2 saja Dukaku ini, sampai kapan aku menanggungnya Tuhan, jika tak mau menolongku Maka halalkan saja kematianku

Air

Tempat ini, Ku anggap sebagai hukuman, Dari menumpuknya kesedihan, Kesialan yang aku derita, Luka yang terabaikan oleh dunia, Hatiku yang tak mau membukanya, Adalah air yang begitu banyaknya, Tidak mampu menjauhkanku dari duka,

Rabbku

yang mengabaikan keramaian, duniaku adalah milikku, dan duniamu adalah milikmu, sedang dunia kita sebenarnya satu, hanya batas kini yang mengganggu, ucapkan salam perpisahan ketika nanti kita bertemu, bukan maksudku mendahului nasib, mungkin kita tidak dapat bersatu sekalipun pelangi sudah berada digenggamanmu kecuali, takdir diubah oleh Rabbku

Batas

Aku melihat apa yang kau lihat Entah apa kau melihat apa yang ku lihat Tempat ini adalah batas Di sini suaraku terbungkam Bukan santunku hilang Hanya diriku kini terbatas untuk melihatmu Pertemuan, entah Mungkin dalam takdirmu tidak akan lagi tertulis pertemuan kita

Kebuntungan

Dunia ini terlalu luas untuk derita Seharusnya aku bahagia Aku terlihat begitu kecil Aku tidak punya cukup keberuntungan Resah, menjadi masalah di sini Menunggu adalah jawaban Allah Masa ini akan begitu sulit Hati akan berkali-kali terluka Hinaan akan jadi hal yang biasa Segala yang kuusahakan sial Menunggu adalah jawaban Allah Semoga aku bahagia

Kawan Bidadari

Di sini adalah kesunyian Kesendirian yang sangat mengerikan Di tempat ku sebut taman surgawi Aku menyebutmu bidadari Adalah keindahan tanpa batas Wujud dari ribuan bunga Keagungan cinta dari Sang Pencipta Kawan dalam kesepian Tempatku mengatakan kesedihan Dari derita durjana sang dunia Pelipur lara, pemberi senyum penuh cinta Penggenggam tangan yang hangat penuh makna Peluklah aku dan bawalah bersamamu Kawanku, bidadariku

Penyerangan Tangerang

Dia mati bung, usai ditanya2 pemburu berita. Dia marah pada saudaranya, itu katanya. Dia mati karena sebab aneh, ditembak kakinya. Sekarang ia dituduh sebagai orang kaku pembelot agama. Gara2 bawa stiker dan buku agama. Itu kata dari yang punya kuasa. Maklum, soalan agama sedang hangat2nya. Kita cuma dengar sambil garuk2 kepala. Andai fakta bisa bicara, maka duga2 pasti seperti kentut kera.

Duka cinta

Adalah luka di dada, ketika Pujaan hati memandang lainnya Sebuah luka yang tidak terkira rasanya Panah tajam merobek uluh hati Duka oh duka Cinta tidak mungkin sirna Atas apapun yang kau perbuat Ketidaktahuanmu atas cintaku Tersembunyinya dukaku di matamu Akan terus jadi bagianku Cinta oh cinta

Alasan untuk Hidup

Perjalanan ini panjang Pantas jika melelahkan Berliku naik turun lalu horizontal Kata orang kita butuh akal Kata hati tak serta merta mengiyakan Sekarang aku masih di sini Suaraku masih keras Sapuan angin malam yang menakutkan Pada Sang Pencipta, yang Perkasa Alasanku hidup pasti kan ada? Beritahu atas apa kehidupan ini

Kursi

Kenapa bos? Kau sudah jadi bos sekarang Bos wayangan dari orang busuk Bagaimana? Kursimu empuk kan, Sayang sekali, kau menyedihkankan Kau menjual harga dirimu Seperti para pedagang yang menawarkan barang dagangannya Kau, Membaca seperti tokek, Berbicara seperti burung beo, Berperilaku seperti monyet Belagak

Tempat Tersesat

Setiap malam ku tunggu pagi Tidak tidur menanti-nanti Esok pagi ketika bertemu yang dicintai Pintu itu di buka dengan cinta Yang ditunggu belum juga tiba Siap menahan senyum bahagia Jangan sampai ia tahu hatiku tengah berbunga-bunga Wajahnya lugu untuk pertama Pertama marah usai aku abaikan dia Perasaan aneh muncul tiba-tiba Lalu memuncak kala cinta menggoda Lihat, betapa senyumnya begitu manja Aku tidak janji jadi teman setia Manis yang ada, seperti malapetaka Nafsu bilang takdir berseteru Kita mana mungkin hidup bersatu Sedang jika ia bukan cinta, lalu apa namanya? Tempat kita tersesat berdua

Penggalang Rezeki

Aku hampir mati karena kelaparan Hamparan jalanan, aku berusaha Amplop ku sebar penuh harapan Untuk tas yang ku gendong Ku minta bersabarlah Kita masih harus berjalan Menunggu sampai tak kenal waktu Tidak perlu menangis Ini rahmat dari Allah penuh cinta Jalan tak senyaman lagu cinta Hal baik ini harus dilakukan Bukan angkuhku tinggi Karena aku lari dari pengepul dollar Tidak boleh kata Allah Kenyang rezeki bukan berarti segala jalan di tuju Biar kini duka bertumpuk di bumi Hatiku ini masih patuh Dan menatap hari itu akan tiba Saat hujan rezeki dan Allah tersenyum memandangku

Reha I

Adalah hati yang berbahagia Seperti pagi dan sinar matahari Kau telah berikan ketenangan Karib jauh yang perlahan mendekat Mengisahkan bahwa ada harapan Bersama, hari adalah perindu Risau kala suara hati tak bersambut Seperti langit, Warna birumu cerah menerangi jiwa Lapang hatimu mengisyaratkan suka Hujan cinta di setiap mendungmu Sejauh pandangan hanyalah keindahan Rahmat Tuhan bagi kaum pecinta Segi empat kita beradu Suka dukamu jadi milikku Senyummu di depanku Tangismu, adalah luka di dadaku Adalah suratan, bahwa kita bertemu Kala sepi dan sunyi menakutimu Karibku yang membuat rindu

Beruk III

Selamat datang Dua beruk kini sering pulang usai minggat dari kandang Beruk merasa teraniaya, seakan-akan ada yang mendzoliminya Beruk lupa pura2 lupa berselimut dosa Dia pikir "ini luar biasa" Dua beruk dijaga paspamber, seakan-akan ada yang doyan padanya Jika benci bilang, tak usah tambah2 dosa pura2 suka Akupun tidak sudi menerima Dua beruk lupa bahwa ia meski pura2 amnesia

Beruk I

H ujan, ada dua beruk duduk berdampingan Tidur tidak bisa menutup mata Cahaya lampu kota redup hampir mati Aku ada dijalanan, sepi lalu sunyi tidak ada mata yang tampak Dua beruk lari meninggalkan kota, kenapa tidak mati saja Katanya susah jadi orang baik Tidak laku dipasaran, Dua beruk tidur, katanya gelap lebih menyenangkan

Beruk II

Selamat datang, dua beruk sudah pulang D ijemput saudara malang Malam, mereka sedang bergandengan tangan Membawa dua nampan berbagai makanan Tersenyum gagah sambil menimbang2, gumamnya "ini luar biasa" Dua beruk sedang rindu dipuja, Mereka baru pulang dari kota impian yang sesak dengan kecurangan Dua beruk bahagia karena bisa bertahan menjadi salah satu dari mereka Dua beruk sedang mengunyah kedondong seperti wujud mereka Betapa halus, mulus tanpa cacat luarnya, tapi berserabut, berduri di dalamnya.

Tidak Ada

Aku bertanya, Apa bedanya aku bersamamu atau tidak? Kau tidak bisa mengatakannya kan? Kau tahu apa bedanya, Bagiku, tidak ada bedanya Aku bertanya, Apa artinya diriku bagimu dan menurutmu apa artinya dirimu bagiku? Kau tidak bisa menjawab kan? Bagiku, tidak ada artinya Pertanyaan yang tidak kau jawab, Tidak memberikan arti apa2 untuk hidupku begitupun juga untuk hidupmu

Akhir

Kesedihanku tidak akan berakhir tanpamu Derita ini sepanjang malam menakutiku Seberapa kerasnya hati menolak Rindu itu berubah menjadi duka Betapa dalamnya cintaku untukmu Di dalam semesta hasratku terpendam Seperti burung yang setiap malam berteriak Suaranya memanggil rembulan Tangisannya menggugah penghuni langit Jantung akan ia lepas jika kekasih memintanya Nyawa tidak lagi berguna tanpa cinta

Permintaan maaf

Aku meminta maaf atas hidupku Atas kesusahan yang aku timbulkan Atas beban yang harus ditanggung Atas malu akan keadaanku Atas kesialan yang ada pada diriku Atas keberadaan diriku di dunia Aku meminta maaf dengan kesungguhan Aku tidak berniat, tapi aku tidak punya pilihan untuk hidup atau tidak Pilihan untuk menjadi bagian keluarga mana Jika bisa, aku tidak akan merepotkan Aku benar benar meminta maaf untuk semua yang ada pada diriku

Aku tidak tahu

Aku sedang ingin mendengar suaraku sendiri Aku ingin saling bicara, tapi tidak bisa Cermin itu sama dengan wajahku Ini hukuman, sedang aku tidak tahu salahku Aku tertawa sesuka hatiku Juga menangis seinginku

Halu

Orang bersama, orang sendiri Di hutan suaraku nyaring Kegelapan, aku suka Di kesendirian aku bersamamu Aku tidak terlihat, duniamu ramai Orang tertawa ketika bersama Akan menangis dalam kesepian Suaraku, auman singa lapar Ada gerombolan kelinci berjajar Aku lari, gunung itu masih tinggi Biar saja sunyi, biar orang takut Menghantam bebatuan yang jatuh dari langit Marahku kini buat siapa?

Asmara Rindu

Mata sendu Jangan merayu Hanya akan membuat ragu Biar rasa itu menunggu Seiring berjalannya waktu Ketika obrolan kita menjadi satu Lesung pipi Asmara yang menusuk hati Wajah yang sekarang ku nanti Menjadi perusak memori Selalu hadir di setiap mimpi Di mataku tinggal dia kini Mata sendu, hujan rindu di mataku Lesung pipi, seorang pujaan hati

Tuhanku,

Dalam sendiri Aku takut pada hari Waktu berputar mengelilingi Tuhan, Aku buntu Sedang butuh tandu Aku masih menunggu Doaku, kapan aku dituju Tuhan, Aku linglung Lara hati kini menggulung Hendak meledak seperti gunung Tuhan, Mukaku memerah Aku ingin marah Hatiku kini penuh amarah Dekap aku agar tidak jatuh diinjak tanah

Monolog

Lalu apa yang terjadi padaku? Jangan hanya tersenyum, ini bukan hal yang lucu Kau tidak harus jujur padaku Katakan hal yang membuatku bahagia Seperti hujan saat ini, indah Biar saja langit menderita Toh, bumi akan sangat bahagia Aku mengajakmu bicara, jangan diam Bungkammu itu pertanda cinta atau kebencian Bukan maksudku ingin tahu Tapi aku terlanjur penasaran Karena hatimu seperti badai yang tidak bisa aku perkirakan Selangkah dua langkah Tidak cukup untuk bisa mengerti kan? Sekalipun aku rindu

Wanka

Hidup penyair tak pernah sesederhana film. Hidupnya demi keindahan tak bisa mewujudkan hatinya. Rindu dan cinta hanya bumbu dari derita. Kisahnya tak pernah ditulis karena terlampau sulit Seperti puisi, penyair itu singkat dan rumit Karena, sendiri baginya adalah keteduhan Ramai adalah musuh yang menjadi bagian Orang jadi asing karena keramaian Sedang penyair hanya mengakui kawan dalam sendiri Hatinya itu pintu yang selalu terkunci Hanya muat satu dua kawan Baginya cukup, kalau saja tidak pergi meninggalkannya Ternyata, kawan sama saja Penyair duduk berdua dengan sahabat pena

Surat biru

Jika bom atom pertama jatuh di hiroshima Jepang hancur lebur tak bersisa Maka bom juga jatuh tepat di atas kepalaku Rintihannya tak akan sampai di telingamu Sejak surat undangan berwarna biru penuh cinta kau layangkan Entah aku harus bersyukur Atau melepas tangisan pada bumi Dukanya kapan ia akan sembuh Hidup dan kopi akan sama pahitnya kini Yang ku sebut gula, rupanya bukan milikku

Tenda

Sebuah tenda mengingatkanku Bahwa aku memulai malam itu sendiri Bahwa aku memukul mundur malam Aku merayu hujan untuk tidak turun Meredamkan hati agar tidak dikoyak takut Aku menggantungkan diriku pada kegelapan Tanpa yang ku sebut teman, Yang ternyata hanya datang karena kepentingan Aku berjalan dalam keheningan Mampus, pikirku bila binatang menerkam badan Aku akan hilang bersama malam penuh kesunyian Dan mungkin semalam suntuk akan ngobrol dengan tuhan

Benar

Kau benar Aku tidak punya banyak teman Bahkan kau bisa menghitung dengan jarimu Bahkan untuk teman bicara, aku tidak punya Aku sering diam Lalu bicara pada diriku sendiri Bahkan aku sudah gila karena berbicara pada cermin Aku berpikir untuk mengklonkan dirimu Berdua untuk tidak kesepian Tidak ada yang menanyakan kabarku Selama ini orang hanya datang dan pergi Tidak ada yang benar2 berteman menyentuh hati Mereka hanya sekedar basa basi Semua pertemanan hanya karena kepentingan Jika tidak, mereka tidak akan menghubungiku dan menyebutku teman Lalu kenapa kau bilang aku aneh?

Teman seperjalanan

teman seperjalananku, yang aku sayangi dan aku kasihi dia sangat manis, tapi dia akan meninggalkanku Kenapa kau melakukannya padaku? aku paham takdir, jadi kita tidak perlu terlalu berteman adalah alasan aku enggan berbagi enggan terlalu dekat karena pasti kau akan meninggalkanku jika melangkah terlalu jauh itu menyakitiku aku sudah belajar berjalan sendiri terlepas bisa atau tidak

Dari sini

Aku sendiri Melihat pesawat terbang ke arah bulan Entah itu utara atau selatan Barat, timur atau arah lainnya Semarang terlihat seperti ribuan bintang penuh cahaya Di sini dingin, sudah pasti kopi terlihat begitu nikmat Aku tidak perlu lampu, atau pencahayaan lainnya Cahaya bulan sangat memukau di sini Dalam perjalananku di antara kebun teh penuh rindu Aku tidak yakin, sambil memperhatikan malam Ku hitung bintang penuh kesungguhan Kau akan sangat iri, Aku melihat bintang jatuh dengan indah Dari sini

Hutan

Tempatku berlari, dari hidup Kenapa aku tidak mati dimakan binatang buas Atau jatuh terperosok ke dalam jurang Lebih lebih jatuh kesandung menabrak pohon Atau hilang tersesat, lalu mati karena tidak bisa pulang Di dalam hutan gelap Aku berpikir Tuhan menyelamatkan, agar bisa menyiksa di dunia Agar tidak bisa hidup dengan mudah Kenapa aku harus baik baik saja

Jiwa

Oh jiwa, aku sedang menderita Apa yang lebih tidak berguna daripada diriku? Aku tidak punya harta, Apalagi cinta, mustahil rasanya Urusan perut membuatku terlunta- lunta Usahaku menjadi seperti kentut kera Apa yang lebih menyedihkan daripada ini? Oh jiwa, sang penguasa tidur Bisikku terdengar masuk telinga kanan Lalu menembus telinga kiri Ada yang tahu, tapi menganggap tidak mau tahu Aku bangunkan allah, Tidak ada pergerakan Oh jiwa, aku ini hina Dibuat sedemikian rupa Kini doa tinggal nama Lalu lari mencari rumah allah, mengadu Mungkin tidak mendengar berita Bahwa aku sedang sangat menderita Dan hampir lupa bahwa allah itu ada

Zona kebenaran

Jalan kebenaran sekarang sepi Zona aman dipilih karena umpan materi Kini, memilih berjalan sendiri Sekalipun tahu nyawa kerap diintimidasi Kekuasaan kini menjadi andalan Lebih berarti ketimbang kebenaran Lalu banyak yang tahu tapi membiarkan Penguasa lalim menggunakan kekuatan Dan dia dibunuh karena mencari kebenaran

Jarak

Aku merasa terluka, Bersamamu hidupku menjadi berwarna Aku merasakan bahwa hidup ini manis Aku melihat surga ketika bersamamu Kerinduan selalu mengatakan bahwa jarak memisahkan Tapi mengapa, sekalipun kita mendekat, jarak diantara kita tidak berkurang Kita berdua bersama, tapi aku merasa sendiri Ya Tuhan, siksaan seperti apa ini Kita seperti langit dan bumi Bukan perbedaan yang memisahkan kita, Kita selalu berhadapan, berjalan bersama setiap hari Kita saling berpandangan dan memperhatikan Tapi takdir sedang menyiksa kita Kita berdua jauh berjalan Seperti dua orang musafir Saling menjaga dan menyayangi Dengar, kawan seperjalananku Seseorang yang ada dalam doaku Jika esok pagi kita berpisah Bolehkah aku marah pada takdir?

Lupaku

Aku hilang di jalan Di tengah hujan Di akhir malam Sendiri di hutan Aku lupa, untuk apa? Aku menangis, untuk siapa? Mengapa aku menangis? Aku lupa, Aku tak tahu jalan pulang Kiri, kanan, serong, mengapa sama? Cahaya turun dari langit Bintang utara menghilang Navigasi penuntunku pulang Aku, apa bisa pulang? Aku lupa untuk apa? Pulangku untuk siapa? Mengapa aku harus pulang? Aku lupa,

Runtuh

Aku mulai merasa benar2 sendiri. Aku mulai merasa sengaja dilukai. Usahaku, aku mulai putus asa. Harapan, aku mulai tidak mempercayainya. Hatiku selalu bilang ada, tapi suara itu justru menunjukkan ketidakberadaannya. Teguhku runtuh, aku kesepian. Tempatku bersandar justru menjatuhkanku, membuangku seperti sampah sama sekali tidak berguna. Cahaya yg kutunggu2, justru gelap semakin pekat. Aku tidak tahu di mana dia

Kuping

Cerita selalu menarik untuk didengar Berputar antara opini dan persepsi Lalu penilaian jadi akhir Padahal, "ini bukan tentang siapa yang bicara, tapi tentang siapa yang mendengarkan" Kata itu pertama kali aku dengar Saat dewaki mengatakannya pada drestarastra ayah para kurawa di ngastinapura Aku mengerti,

Saat ini

Kasih, aku sedang melihat bintang tanpamu Saat ini ku akui, aku rindu Senyummu, saat malam itu Ya gelap, kecuali cahaya matamu Ya aku sedang ingin bertemu Kasih, kita tidak sedang bisa bertemu Saat ini,

Pagi ini

Kasih, ucapkan selamat pagi pada matahari Karena kita akan terus bersama Mendengarkan nyanyian burung Dan mendengar kicauan manjamu Ya, duduk bersama dipenuhi cinta Kasih, bangunlah dari tempatmu Barisan roti menunggu kita bercumbu Berdua bermeja tanah berpandangan Padahal aku ingin makan Dari tangan manismu semalam Kasih, embun pagi ini dingin Dan kau belum mandi sekarang Tidak ada air hangat di sini Di rimbunnya pepohonan hanya ada aku di sampingmu Kau sangat manis hari ini Kasih, biarkan aku tidur lagi Memelukmu dalam ruang mungil Dan biarkan pagi berlalu

Larut ini

Kasih, aku memanggilmu Kesunyian ini hapuslah Aku larut dalam penjagaanmu Atau diamlah di dekatku Rinduku akan lekas sembuh olehmu Kasih, aku ingin tidur Di dekatmu, panggilah aku sayangku Usir dewi itu dan peluk aku Atau genggamlah aku di hatimu Dan biaskan aku dalam sukmamu Kasih, pengandaian itu benar Andai di sini tidak sunyi Aku tidak akan begini Buatlah aku tersesat dalam pikiranmu Atau buatlah aku hilang dalam dekapanmu Kasih, larut saat ini Adalah tanda dari sang dewi

Malam ini

Kasih, pada malam ini Aku duduk menunggu bintang jatuh Rasanya rindu padamu Mengelus malam berdua Rimbunnya hutan yang berhadapan Kasih, aku memeluk senja Sepertinya lama kita tak berdua Segelas kopi dipenuhi cinta Kita minum seakan-akan dahaga Karena lama tak berjumpa Kasih, mari kita diam Menikmati malam ini Beratap langit penuh bintang Diselimuti kabut badai Dalam istana segitiga

Siang ini

Kasih, ini adalah akhir Karena rindu mengganggu Bunyi bising, antara kau dan aku Di tengah syahdunya matahari Aku menunggu Kasih, ini adalah awal Kau dan aku bertemu Saling menunggu Di dalam bus busuk kota Ditemani lagu dangdut Kasih, ini adalah bagian kita Berdoa dan tersenyum oleh cinta Senangku, susahku karenamu Karena rindu tak mau menunggu Biarlah aku berlalu denganmu

Isyarat malam

Andaikan malam tiada pernah berakhir Aku tidak perlu terluka oleh hati Karena jauh adalah hal yang menakutkan Seperti burung yang setia pada langit Aku dengan engkau tak bisa dipisahkan lagi Kau tahu, melupakanmu tak semudah itu Seharusnya kita sama, berdua Kau tahu, aku hanya bisa tunduk padamu Seharusnya engkau tahu bagaimana hatiku

Malapetaka

Keindahan di dunia ini akan lenyap ketika sang penyair menggunakan tatapan kosongnya Semua akan sirna seolah olah penyair sudah tiada Cinta akan berubah tragis ketika penyair lelah untuk selalu mencintai Semua akan hancur ketika rasa cinta dan pujian2 darinya dikhianati pujaan hatinya Mata penyair mengundang badai air mata yang tak bisa ia keluarkan karena amarah Malapetaka datang ketika penyair tidak lagi punya cinta di hatinya

Pujian

Aku tidak bermaksud menggoda atau menipumu Dalam dunia penyair kata2 indah adalah rahmat Ribuan bahasa menjadi penuh dengan makna Lihatlah kaca itu, dia yang terlihat di sana adalah kepunyaanku Alam menjadi saksi akan keindahanmu Ribuan syair memuji penciptaanmu Orang lain begitu iri padamu Karena kau terlihat lebih menarik dibanding lainnya Sajaknya semut merengut setiap kali melihatmu Hati menjadi begitu menggelora di sampingmu Manisnya menusuk jiwa, menutup hatiku Tiada yang tersisa selain senyummu Bahagia rasanya, semua nampak iri padaku Karena keindahan dunia sepertimu ternyata milikku Hanyalah punyaku, pemilik hatiku Biarkan ia terus tumbuh di taman hati Akan kuhiasi dengan doa penuh dengan syukur Lihatlah kaca itu, dia yang sedang tersenyum itu adalah pengobat hati Milikku kini, nanti, hingga aku tiada lagi, dan ketika aku dibangunkan kembali

Seseorang yang Manis

Cinta, adalah naungan nada. Ia selalu bercerita tentang asmara, tentang jiwa yang tergoda, dan tentang dirinya. Aku ingat satu masa aku berlari, dia memanggilku. Perasaan macam apa ini, hatiku terdiam bersama dengan langkahku. Begitu indah, apa yang ada dalam dirinya. Dia hatiku, rasa cintaku, sayangku, dia sudah seperti segalanya dalam hidupku. Canggungku adalah derita dari cinta yang membara ini. Apapun menjadi indah ketika ia sentuh, menjadi mempesona ketika ia yang memandangnya, menjadi merdu setiap nada di telinga karenanya. Ku katakan pada Allah, seakan-akan aku tidak bisa jauh darinya, seakan-akan aku hilang akal tanpanya. Sebuah ketidakmungkinan yang selalu aku semogakan. Sebuah kesalahan yang selalu aku mintakan ampunan. Entah aku harus ikhlas atau kini aku tengah berharap sesuatu yang melawan takdir. Karena keindahannya belum menyentuh kedua telapak tanganku. Badai masih menutup kedua pandanganku dan masa masih menjauhkanku dari dia. Sebuah doa dari hamba yang i

Orang dewasa

Aku tidak suka orang dewasa Aku benci orang dewasa yang terlalu menggunakan perasaannya Aku sangat benci pada orang dewasa yang sering bertengkar untuk hal yang tidak penting Orang dewasa yang terlalu menggunakan emosinya tanpa sadar bahwa ia punya otak untuk berpikir Aku benci orang dewasa yang kekanak-kanakan, lalu saling berdebat mengundang keributan Aku sangat benci orang dewasa yang menggunakan mulutnya untuk berteriak saat bicara, padahal orang lain tidak pernah tuli Aku sangat tidak ingin menjadi dewasa seperti itu

Rindu

Aku rindu pada malam yang gelap Aku rindu pada bintang yang seakan-akan mengatakan bahwa aku tidak sendiri Aku rindu pada angin yang berbisik menghiburku agar aku tidak takut Aku rindu pepohonan rindang yang mengawal perjalananku Aku rindu matahari terbit yang membawa banyak harapan untukku Aku rindu pada diriku dan juga dirimu