Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2016

Cover

Aku berlindung pada Rabbku, Dari duka dan nestapa, Dari cinta yang membara, Dari rupa-rupa dusta, Dari opini dan prasangka, Dari kejamnya fitnah dunia, Dari suara rayuan penggoda, Dari silaunya keindahan dunia, Dari gejolak hati para pecinta, Dari perbuatan buruk nan tercela, Dari pemimpin dzalim lagi durjana, Dari buruknya pandangan mata, Dari sumpah dan hinaan manusia, Dan dari lembah syair sang pujangga,

Baca

Aku diperintah hati, Memulai dan menyadari, Adalah kata baca yang pernah diingkari, Syair-syair palsu dulu menciderai, Cinta adalah senjata melukai diri, Jahil lagi malapetaka dibuat hati, Rabbku menjanjikan api, Bara pandangan mata tanpa arti, Perbuatan dari sebuah nurani, Baca kini jadi pertanda melangkahkan kaki, Di lembah dusta penyair pada sang Ilahi.

Rabb

Aku bangun, Aku melihat seisi kamar, Ketakutan itu menjalar, Menghabisi jiwa dalam tikar, Aku menangis mengingat ajal, Tempatku diam, termangu, Usai kemarahan penuh rindu, Aku berdoa sungguh padamu, Memohon ampun atas perbuatanku, Kecerobohan melupakan nikmatmu, Aku takut hidup tanpamu, Adalah detak nadi di leherku, Mengingatkan begitu dekat waktuku kembali padamu,

Para Penyair dalam Al Qur'an

Surat Asy Syu'araa' (Para Penyair) Ayat 201-227 Surat Asy Syu'araa' Ayat 201-227 (Para Penyair) ﺑﺴﻢ ﷲ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ Mereka tidak beriman kepadanya, hingga mereka melihat azab yang pedih, maka datanglah azab kepada mereka dengan mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya, lalu mereka berkata: "Apakah kami dapat diberi tangguh?" Maka apakah mereka meminta supaya disegerakan azab Kami? Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya. Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeripun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan; untuk menjadi peringatan. Dan Kami sekali-kali tidak berlaku zalim. Dan Al Quran itu bukanlah dibawa turun oleh syaitan-syaitan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al Quran itu, dan merekapun tidak akan kuasa. Sesungguhny

Reha VI

Reha, aku memanggil namamu Dalam sunyi sepi sendiri Aneh, perasaanku tidak berkurang padamu Sejak masa sma aku melihatmu Sejatinya aku tahu, ini sulit Malam takkan bersatu dengan pagi Bukan karena aku tidak melihatmu, Lalu aku tidak tahu kau di sini, Bukan karena aku tidak bertanya, Lalu aku tidak tahu dirimu, Bukan karena aku dingin, Lalu aku tidak memperhatikanmu, Bukan karena aku diam, Lalu kau tidak berarti untukku, Aku sangat menyayangimu,

Dibungkam

Aneh, negara demokrasi Menyampaikan pendapat dan demonstrasi dianggap subversif dan mengganggu keamanan Awal dimulainya pembungkaman Mengkritik ketidakbenaran dituduh makar Suara-suara ditindas oleh kekuasaan Demi para pemilik kepentingan Yang katanya demokrasi dikorbankan Dijajah di jaman kecerdasan yang kebablasan Pemuda yang dulu sengaja dibungkam Kini memilih bungkam asal bisa makan Pura-pura tidak tahu jika negara sedang ditikam

Dunya II

Tanpa seorang yang ku sebut teman Jika kau marah, apalagi aku Jika kau lelah, apalagi aku Jika kau resah, apalagi aku Jika kau menyesal, apalagi aku Jika kau, apalagi aku Ada masanya hati tidak mampu menabahkan diri Berbagai alasan tidak cukup untuk mengibur diri Ada waktu diri tidak mampu berdiri sendiri Jadi berhentilah, Hati ini tak boleh terluka walau sedikit

Tidur

Akhir-akhir ini tidur menjadi menakutkan Berulang kembali setiap satu malam Letih lelah kemudian Menjadi susah bangun berkali-kali Mataku, seperti tertutup kabut Terbuka, tertutup kembali Tenagaku habis untuk bertarung Kepanikan selalu melanda, kegaduhan Tidur menjadi hal yang tidak diinginkan Tapi tak sanggup melawan Kantuk yang menyeret ketenangan Menenggelamkan dalam kematian

Reha V

Rindu, mengapa air mata mengalir Aku berharap kita bertemu Anganku begitu besar padamu Hujan cinta penuh di mataku Kasih sayang, rasanya sudah tak mampu Hatiku runtuh diterpa angin rindu Melayang berlarian menemuimu Tak ingin pulang sebelum bertemu Sang pujaan pemilik hati Ku mulai kisah yang tidak mampu berhenti Meski kini kau tak sendiri Sampaikan, kawanmu sedang rindu

Sanaya II

Kita diam, jarak berjauhan Adalah tempat bernaung, hutan Kabut petang mulai menjelang Kau dan aku berdiri saling berseberangan Saling pandang penuh pertanyaan Layaknya dua orang asing Diterpa angin dingin Kekasih lepas dari tangan Senyum pudar seiring malam datang Kau dan aku duduk melihat bintang Adalah akhir malam yang menyenangkan Gadis manis di kebun teh

Kabut Sore

Tempat itu gelap, menakutkan Aneh, takdir tiba-tiba mempertemukan Di antara kabut penuh misteri Jalan itu penuh kebingungan Wajah familiar penuh keraguan Tak asing dari pandangan Hati ingin kita berteman Takdir bilang kita lawan Kita saling memaksa mengejar Ketakutan saling menyakiti kala berhadapan Aneh, asmara sulit dikendalikan

Dunya

Hati, kau sedang bercanda Mana mungkin kau melakukannya Kau menulis kisah cinta yang salah Dia, tidak mungkin kau jauhkan aku darinya Kekeliruan ini tidak bisa diterima Kita tidak sedang bermain dengan perasaan Atau pura-pura tabah menerima Dia itu cahayaku, Penerang sisi gelapku, Mana mungkin dia bukan bagianku, Pasti ada yang salah dengan itu, Atau kau sedang mengujiku agar aku menunggu,

Reha IV

Kita berdua terdiam, dalam hujan Mencari arah dan tujuan Kemana larinya sebuah perasaan Aku, kau, ini dinding penghalang Suara yang tak sampai di pendengaran Cinta, anehnya dia bernyawa Mengganggu apapun yang ada Adalah lara saat aku menafikannya Perasaan ini sangat melukai kita Asmara, dia mencoba membakar jiwa Kau membuatku sadar Tidak ada yang kita dapat dalam cinta Kecuali derita Tapi entah mengapa, Kita tetap melakukannya,

Reha III

Kita berdua terdiam, dalam hujan Mencari arah dan tujuan Kemana larinya sebuah perasaan Aku, kau, ini dinding penghalang Suara yang tak sampai di pendengaran Cinta, anehnya dia bernyawa Mengganggu apapun yang ada Adalah lara saat aku menafikannya Perasaan ini sangat melukai kita Asmara, dia mencoba membakar jiwa Kau membuatku sadar Tidak ada yang kita dapat dalam cinta Kecuali derita Tapi entah mengapa, Kita tetap melakukannya,

Meera

Karena waktu tidak memberi kesempatan untuk bicara, hingga ketidaktahuan diantara kita menjadikan kesalahpahaman yang tidak ada ujungnya, dan perpisahan adalah kata terakhirnya, ........................................... kini mau bilang apa, jika takdir ternyata mempertemukan kita, setelah waktu sekian lama, pertanyaan tetap saja menganggu jiwa, kita terlihat seperti orang asing tak saling sapa, yang dulu tak berdaya karena cinta, dan jatuh layaknya orang gila karena dusta, yang tidak kita ketahui kebenarannya, ............................................. lalu, hingga kini hati masih bicara, manisnya cinta masih tersisa, kebersamaan itu mengikat hati rupanya, kita tak tahu bagaimana cara memulainya, kegugupan kekasih yang melanda, biar takdir memulainya, atau kita mati begitu saja, cinta, kadang suka kadang duka, hanya Rabbku pelindung jiwa, dari cinta yang kembali membara,

Bangun!!!

Aku akan jadi pemeran yang hebat Pura pura tidak tahu negara dalam masalah Aku hidup di negeri yang hutangnya setinggi langit Di sesakki oleh orang-orang berperut buncit Ke sana ke mari mengeruk negeri demi duit Kekayaan negeriku dijual seperti barang murahan Aku tidak bisa lupa pulau-pulau indah dipajang di situs perdagangan Kekuasaan demi untuk menumpuk kekayaan Ini harga diri yang terlihat rendahan Cukong-cukong berebut buruh pribumi Diupah tak seberapa layaknya manusiawi Dipermalukan di negeri sendiri demi sesuap nasi Sedang pemerintah sibuk sendiri Asing disuapi, diberi kebebasan, ijin dipermudah untuk menjajah negeri Mengenaskannya pahlawan kita sudah mati Mereka akan menangis melihat asing menguasai Apa aku harus bilang ini baik-baik saja? Jika aku tidak bicara kali ini dan tetap bungkam pada ketakutan Aku tidak hanya seperti cacat fisik, tapi juga cacat mental Di mana suara-suara pemberontak penuh nyali Saat negeri dikhianati pemimpin sendiri Bangun!!! Tun

Kopi

Aku tidak apa-apa Aku hanya sedang minum kopi Aku tidak sedang melamun Aku sedang memikirkan sesuatu Aku sering pergi sendirian Aku duduk ditemani siang dan juga malam Aku sehat dan mungkin masih cukup waras Tidak apa, tidak ada yang terjadi Aku hanya sedang rindu merasakan kopi pahit yang kadang terasa manis

Reha II

Lama kita tak jumpa Melihat mukamu pun dah lama Kita berbagi suka, tapi tidak dengan duka Suaramu itu, aku mulai lupa Kita ini kawan atau apa? Jalanan, pernah kita lewati bersama Tempat itu, penghilang duka Bintang dan bulan pernah terlihat di antara kita Diamku kini, adalah malam sunyi Rindu, anehnya dia ada di sini

Sreno de borjork

Banyak nian tujuan hidup ingin kuraih Betapa banyak harapan kegantungkan dan, Betapa banyak doa-doa kupanjatkan Namun aku ini seperti musafir kelana yang tersesat Sampai akhirnya petunjuk datang, sinar terang menuntunku meretas jalan hidup yang kudambakan selama ini

Gulungan Awan

Adalah cerita yang mempertemukan kita Sebuah hasrat yang tak karuan Di sini, hatiku berdenyut ketika melihatmu Iringan lagu pemanis rindu Alangkah buruknya rasa ini mempermainkanku Tidak ada lagi yang bisa aku katakan Siapa yang akan mencintaimu seperti aku Kekasih pembawa suka cita Kekasih peredam luka Adalah gulungan awan Mengingatkan bahwa kau ini kawan Mengingatkan bahwa cinta sungguh berat