Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2017

Kriminal

Aku keliling Kudus hari ini Lampu kuning traffic light aku berhenti Dari belakang motor nyerobot Ngebut sambil memaki Belum lagi aku pakai helm, jaket, sepatu, masker, sarung tangan Dipikirnya aku astronot tersesat Ironi atau aku yang sedang tidak sehat Di negeriku hal benar jadi aneh dipandang Hal salah diikuti terasa sedapnya Bahkan yang intelek berbaris jadi pemuja Asal hangat diselimuti uang Sedang yang benar yang jadi kriminal Namun itu pertanda para pemberontak telah datang

Negeri Kamuflase

Aku masih hidup Di negeri yang penuh kamuflase Berbondong-bondong menutup jati diri Di mana orang suka pura-pura Ketakutan pada dirinya sendiri Aku, kau akan mengerti Di sini kebaikan seakan-akan aib bagi diri Keyakinan, orang enggan mengakui Kebangsaan menutup mata dan hati Munafikkan akidah demi gengsi Lupa diri ini akan mati Di kubur dengan iman di hati Bukan semata-mata kebangsaan yang dijunjung tinggi

Sekotak Kuburan

Negeriku serba mendadak Sebab kalimat kotor Masa pemilihan jadi ajang lempar kotoran Sayang adiknya yang jadi pesakitan Semua mendadak dilaporkan Mendadak tersangkut paut Mendadak suap menyuap Mendadak borok diungkap Mendadak semua gelagapan Mendadak keburukan beranak Mendadak kuasa dipergunakan Penting urusan kelar Negeri ini sudah di ambang kehancuran Tinggal siapkan saja sekotak kuburan

Ambang Batas

Ku tulis di selembar kertas Ku renungkan bahasanya yang tegas Ku diperintah menyerumu begitu keras Biar dengar gaungnya tidak terbatas Biar keadilan dipertimbangkan Biar suara rakyat dilantangkan Negeri sedang butuh bantuan Dikoyak-koyak penghianat bayaran Di atas nama kebebasan Keyakinan diperjualbelikan Nemplok seperti cacing kepanasan Negeri di ambang batas kehancuran Dan pemerintahan sibuk menambah hutang

Lagu Tengah Malam

Dipojok kamar, kusender Tak diam sedikitpun Pikiranku penuh pertimbangan Lapar bukan lagi masalah besar Disaat negeriku tak sadar Semaput terasa hambar Jujur dibegal, kebohongan ditebar Orang baik ditampar Orang jahat ditimang Kebenaran dianggap makar Kebohongan dibuat samar Hanya bisa bilang, Duh dik, penguasa sekarang kok kurangajar

Tragedi Takdir

Tuhan membuat pilihan Mengapa kita dipertemukan Takdir memulai angan-angan Di jiwa ini cinta mulai datang Di awal perselisihan Di saat ragunya pertemanan Sikap bingung penuh keheranan Di kala manja diperlihatkan Di masa nafas memburu haru Mengejar kasih sayang Karib usai pertengkaran Rasanya tak mampu melepaskan Sekalipun tak mungkin mendekapnya Maka ingatlah Akan datang masa kita tak mungkin bisa dipisahkan

Negeri Demam

Renungan tengah malam Depan masjid unnes sekaran Aku makan gorengan lima ratusan Kopi kini dua ribuan Tanpa cabe kok rasanya awur-awuran Pedagangnya cuma senyum Di saat yang katanya cabe-cabe an dijual murahan Harga cabe seperti roket mainan Mahalnya gak ketulungan Pemerintah sedang hilang akal Rakyat disuruh tanam sendiri Dikira tanam langsung panen hari ini Ya, balada negeri lagi demam Susah dikendalikan

Gerilya Syair

Syair tak melulu soal cinta Kadang perlu juga lihat dunia Sekali-kali bergerilya Jadi pemberontak saja Mengungkap kebenaran realita Banyak yang coba-coba memelintirnya Demi duit dan kuasa Dua-duanya memang enak rasanya Kita ini anak muda Jangan mau diperdaya media Buat mereka ketakutan pada kita Kita ini bukan lagi pena dan kertas Bangun, kita ini penguasa dunia maya Kita ini masa depan nusantara

Preman Desa

Lho aku tidak mungkin melupakan Tiap malam seperti banyak setan Kumpul-kumpul keluyuran Siap mengancam Demi sesuap makan Dan balas budi perbudakan Di desa banyak preman Gayanya sok jantan Minum-minum tiap malam Penting kan selalu ngantongi ratusan Dari bos besar para pecundang Bahasanya penuh kebinatangan Bahagianya ketika bisa menang Padahal itu rendahan Tapi itu cocok kalian banggakan

Ragunan

Dewasa ini maunya Tapi kekerdilan munculnya Bahasanya kebinatangan Modalnya caci makian Marahnya jadi andalan Pendukungnya para preman Gayanya sok intelek Ambisinya mau jadi pimpinan Bisa tersinggung semua penghuni ragunan

Urus

Maklum ada yang gagal fokus Lagi banyak kasus Semua minta diurus Biar kelihatan serius Kan ada yg ngutus Sekalipun buat panjang usus Ya, agak mlintir-mlintir yang lurus Pura-pura pakai cara halus Diam-diam sebar virus Kuasa dijadikan jurus Pokoknya menang itu harus Gengsi, kan memang yang ngurus Yang penting kan kantong gak kurus Transfer tetep jalan terus

Nganu

Serba nganu Presiden lagi nganu Menteri lagi nganu Parpol lagi nganu Polri lagi nganu Pejabat lagi nganu Rakyat kena anu Mau nganu Disangka nganu Dilaporkan nganu Ditahan nganu Dibebaskannya nganu Negeriku lagi nganu Nganu pokoknya nganu

Ruas Kecebong

Lihat celanaku, Kotor dan basah Kecebur got? Kagak Aku hampir nyungsep ke aspal Untung banjir sepanjang jalan Ruas ini antara demak dan semarang Benar-benar asem kan Empat tahun lalu ini tempatku ngebut Kini, kubangan kecebong nampaknya Motor mogok, turun Tas yang ku gendong segede kulkas Naik gunung turun langsung ke air Beratnya jangan ditanya Asal tak seberat beban negeriku saja

Wawancara

Hari ini wawancara Mandi berangkat pagi Gosok gigi biar wangi Tidak lupa celana kulot kemeja rapi Motor bebek keluaran 2007 siap diajak lari Aku nunggu di paling pojok Mplonga mplongo, lainnya bawa teman Lamaran dan cv aku keluarkan Tiga jam berlalu, aku masih nunggu Pukul 12.30 tiba giliranku Di stop depan pintu masuk "waktunya istirahat!"

Pungut

Negeri serba pungut Pintu masuk dipungut Pintu dua dipungut Pintu tiga dipungut Pintu empat dipungut Pintu lima dipungut Pintu enam dipungut Pintu tujuh dipungut Pintu keluar dipungut Pungut dipungut berpungut-pungut

Situasi

Aku menganggap kasih sayangmu seakan2 tergantung situasi Aku ini dihina saban hari Gara-gara nganggur tak punya uang Luka ke sana ke mari cari kerjaan Tak ada yang peduli Bodohnya aku tidak diterima di mana-mana Tanpa duit sogok memuluskan untuk duduk dijabatan Perlu ku gadaikan rasa hormatku pada Tuhan Kelar, ini bukan pilihan

Susahnya Sarjana

Tiap pagi aku nongkrong di depan rumah Saban hari luntang lantung Nunggu telfon berdering Penggilan kerja tak kunjung datang Keburu aku dihina tetanggaku Keburu aku dikunjing seantero desa Sarjana mata sapi, kerja kagak Saban hari menenangkan hati yang remuk Tidak tahu susahnya sarjana kini Sudah, hindari memberi penjelasan kepada orang yang tak jelas Dapat kerjaan kagak, gila iya

Komplotan Dungu

Adikku tidur dikamar Pipinya mendur-mendur Umurnya baru 7 bulan Beberapa kali bergumam tak jelas Usai satu tahun yang lalu Bapaknya dihantam pengkhianatan para tetangga Dipermalukan saudara-saudaranya Iri dengki pada bapaknya Kalah lewat kecurangan preman-preman desa Suruhan anggota dewan menjegal jalan Fitnah ditebar, kedunguan meliputi desa Tak jadi, kini pun tak apa-apa Biar saja desa ini dirampok komplotan tak berguna

Nyengir

Hampir setahun, aku ingat Berjibaku di tengah lapangan Dikoyak-koyak panas Penuh lumpur sisa hujan semalam Sepanjang hari menarik hati orang Senyum jangan nyengir Dihitung per satu-satu Kalah, saudaraku dikoyak-koyak tetangga mata duitan Saudaraku ditikam saudara sendiri Sakit hati, iri, dengki, berpenyakitan Sial

Teman Biasa

Teman dekat akan membawa luka Ketika tidak lagi bisa bersama-sama Maka cukuplah jadi teman biasa Cukup sekedarnya menumpahkan rasa Beda yang perlu dijaga Jarak harus memiliki ukuran Akan berakhir pada masanya Perkawanan hanya akan jadi penanda pernah berkenalan Bukan janji untuk setia mengingat, kan?

Deras

Deras mengeluhkan penciptaaan Sukar dipahami tanpa hati Rabbi berpesan penuh kasih sayang Antara iman dan cinta Menaungi jiwa manusia Adalah gundah jarak yang beda Bersabarlah, Seberapapun jauhnya langit dan bumi Akan ada hujan yang selalu menyatukan

Kerja Tipu

Suatu hari, Aku pernah menjajakan investasi bodong penuh menjanjikan Pasti ruginya tak pasti untungnya Aku pernah menawarkan kredit pinjaman berbunga Ku hasut lewat telfon biar menerima Biar kelak jika tak kuat bayar, hartanya bisa pindah ke kantorku Aku juga pernah menjual alat-alat kesehatan dengan senyuman Mahalnya iya tapi tak jelas asal usulnya Aku mencobanya Tapi aku tak lulus uji coba Itu menunjukkan bodohnya aku, Atau tuhan sedang mencoba menyelamatkanku Atau dari kedua hal itu

Pohon Hidup

Marah saja tak cukup Mati, tiduran di atas tanah Meninggalkan tempat muasal Lalu masuk pabrik bising pengusaha murahan Dijual tak beraturan agar cepat kaya Kala itu hutan-hutan berubah jadi suram Tingkahnya seperti hendak menelan manusia mentah-mentah Lalu ditanam tempat lapang Biar saja takut pada pemburu Teriris batin ku tanam pohon Lekaslah besar, jadilah rumah bagi burung-burung indah beserta kekasih Dan tempat bernaung keluarga Bahagiaku ada di sana

Kasur

Ku baca, biar tahu itu apa Tapi percuma, itu cuma sajak manja Biar saja cinta menggelora Biar saja ketakutan memenuhi angkara Di tempat tembok2 membisu Tidurku penuh mimpi tentangmu Kasurku seperti musuh yang mematikanku

Suara Sumbang

Di hutan, nyanyian suara sumbang Lariku dari kegundahan Dua merpati terbang Mengisahkan derita dari petualang Cinta dan keindahan tak bersua Mengikuti kemanapun arah tujuannya Gelap redam hutan tak bernyawa Diam, resah kita berdua Ketakutan pada ramainya dunia Merampas bahagia cinta muda Kisahnya tak pernah usai Di tempat purnama menjanjikan Duduk berdua saling menguatkan Memilih menghilang dari ketakutan

Matematika Mematikan

Aku lupa, itu matematika Kembalinya x dan y Beserta angka2 penuh kerisauan Waktu begitu cepat berlarian Kelas mendadak jadi suram mencekam Aku mahir soal itu Lupa, aku tak menyikat buku Hilang usai aku ketiduran Tap, tap, tap, mengawasiku penuh kecemasan Kiri kanan tak ada bantuan Kelar, hidupku kini tinggal sebiji angka mematikan

Lebur

Aku memilih jalan diam Cinta aku tak berani pandang Tak seperti berjuang melawan para jendral Lebih menakutkan dirimu Milik orang yang ku panggil2 sayang Beruntun nuraniku lebur Biar ku terima keputusan sang pencipta Biar tahu rasa getir ketidakjodohnya kita Biar mengerti betapa ngerinya cinta Pisahnya jiwa dari raga kekasihnya

Jendral Otak Hansip

Para jendral mulai marah-marah Kuasa jadi arogansi keangkuhan Mulutnya penuh dengan ancaman Hendak menangkapi para pejuang Di ujung jalan, ksatria panji datang Suara takbir penuh keberanian Angkat kepala demi kebenaran Pagar betis penghadang tak dihiraukan Ketika aduan dicampakkan Ketika keberpihakan tak sepadan Ketika intimidasi datang Dan ketika kesalahan di ada-adakan Hari itu kita mulai pemberontakan

Mantel Putih

Menundukkan ku tak semudah itu Rupawan aku tak melihat sebelumnya Pedulimu, hasratmu, adalah mahal di mataku Tempat penuh kedinginan Diantara bilik2 pesakitan nan ramai tempat itu Resahmu meninggalkanku di sini Ketakutan pada perasaan selalu menakuti Tak kau buka mataku untuk melepasmu Antara gedung tinggi, bermantel putih kau berlari Tak bisa mengakhiri cerita ini

Sepeda Sayang

Aku berlari penuh kegilaan Diantara gang sempit pedesaan Ku kayuh penuh tenagaku Riuh suara rantai sepeda melagu Sanksi, dapatkah aku mengejarmu Menjajarkan hatiku dengan dirimu Kau dan aku mencari jalan keluar Dekat persimpangan rindu yang menggelora Gang sempit tempat kita berselisih Namun, kita masih tetap berdua

Aliran Kita

Jarak kita sedekat lebar penghubung sungai Namun, alangkah buruknya kita Rasanya jarak kita ini sejauh jarak pertemuan ujung2 sungai Kau dan aku dalam satu aliran Mengarungi sungai panjang ini berdua Tanpa pernah bersua, sekalipun hasrat untuk berdua itu ada Tapi satu keinginan itu bisa menenggelamkan kita Selamanya                                            17 jan 17

Gemerlap Recehan Petinggi Negeri

Pagi itu kerumunan orang saling berhadapan Sikapnya manis, dibagi itu bungkusan bagi pesebrang Matahari memanas berimbas membuat pesebrang beringas Badan tegap muka sangar Hitam muram penuh amarah Toh pantas saja kemaki, dibelakang ada bebek peking berseragam Kini yang berbagi hendak dihabisi Sebab jadi pendukung dari yang dicedari Adalah ironi sebuah negeri Recehan selalu jadi saksi cuci tangan para petinggi negeri Demi melibas pengkritik yang tidak mereka sukai

Doa

Ya Allah, Engkau mendengar duka-cita serta keluh-kesahku Anugerahi aku Rahmat-Mu, dan ampuni dosa-dosaku Berkahi malam-malam dan hari-hariku Penuhi hatiku dengan keimanan Teguhkan diriku pada agama ini Serta maafkan aku dan seluruh kaum muslimin Sami Yusuf

Seni

Kemana para musisi pengkritik pemerintah di masa lalu Penguasa berilah hambamu uang Aib bagi pekerja seni pembelot rakyat Pembela kesombongan petinggi pemerintah Persetan dengan para sastrawan penyanjung cinta Tiada guna syair persoalan cinta Jika enggan menyuarakan keluh kesah rakyat Asemnya lagi para pelakon televisi Pura-pura sampai lupa derita rakyat Yang penting tangki mobilnya penuh dengan perutnya Popularitas tak tahu diri jika tak mampu berdiri dengan rakyat Seni itu untuk rakyat Bukan, Seni untuk partai Maka menulislah, menyanyilah, kejar popularitas untuk bela lah rakyat, bukan malah membela pemerintah Bukan malah ikut mengkritik masyarakat Dan mati2an membela pemerintahan

Reformasi II

Negeriku gerah, panas Aktivis berjuang sendiri, jumlahnya hitungan jari Susah payah berdiskusi, mau dibawa kemana negeri ini Penguasa enggan menanggapi Singgasananya hangat disambi ngopi Pagi hari sarapan ria rasa pinggiran agar dibilang merakyat Jumat fajar 2 Des 16 aktivis ditangkapi Gara2 dikira mau bubarkan pemerintah Padahal mereka tak lebih dari 10 orang, kan kurangajar Ditersangkakan oleh dukun Panglima besar saja tak mau ambil alih pemerintahan bodong ini

Pergerakan

Ntr gak bisa buat film lagi, baru nyesel Ntr gak bisa nulis lagi, baru nyesel Ntr gak bisa ngritik lagi, baru nyesel Ntr punya anak terus hilang nggak pulang2 karena mengkritik pemerintah, baru nyesel

Hoax

Hoax, Dimaknai sebagai berita yang tidak disukai rezim ini, bukan dimaknai sebagai berita bohong. Tidak perlu ditanya mengapa berita tidak disukai pastinya karena merugikannya. Karena berita bohong seharusnya diklarifikasi bukan ditangkapi.

Rezim

rezim ini cenderung menyebut hoax pada berita yang tidak disukai karena merugikannya sedang rezim ini tidak pernah menyebut hoax pada berita yang menguntungkannya Ketika jurnalisme di negeri ini kering kerontang hampir mati Ketika warga dibungkam tak boleh memberi kritik pemerintah Maka sastra enggan berdiam Suara adalah maut kemarahan Pada kebijakan busuk pemeras rakyat Kerja, kerja, kerja, nyata, nyata, nyata memeras rakyat Simbolis omong kosong

Jurstra

Ketika jurnalisme mulai dibungkam, Sastra jauh dari kata kekangan Jika jurnalisme bisa diatur Maka sastra tak punya batasan Kala jurnalisme dibilang hoax Sastra tak bisa disalahkan Saat jurnalisme dihadang Maka sastra tak punya sedikitpun halangan Sastra hidup dimana saja dan berjalan sesuai kemauannya.