Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2017

Hasrat

Ketika seseorang memiliki hasrat pada sesuatu Dan tidak mendapatkannya Seumur hidup dia akan mengejar kegilaan itu Perlu kau ketahui, Di sini ada satu orang gila Yang sedang melakukan itu

Tawa Hamba

Pernah, kebebasan itu Angkara muda di atas segala Kini batas menertawaiku Waktu selalu mempersulitku Tekanan saut menyaut mengejekku Saling bergumam bertanya, Sejak kapan aku mulai dungu? Hamba sedang melamun terduduk Menyendiri dipojok Angin itu menawarkan rasa Yuk, kita siapkan pemberontakan Biar tahu kebebasan itu mutlak Akan selalu jadi milikku

Kau Buta

Aku libur, Bukan sembarang tidur, Aku meringkuk di kamar seharian, Rayap dikepalaku minta makan, Tak ijinkan aku berjalan, Sekedar intip dunia luar, Mataku kunang-kunang, Sebagian gelap remang-remang, Dan kau marah karena aku tak datang? Kau pasti buta, sayang'

Kau Buta

Aku libur, Bukan sembarang tidur, Aku meringkuk di kamar seharian, Rayap dikepalaku minta makan, Tak ijinkan aku berjalan, Sekedar intip dunia luar, Mataku kunang-kunang, Sebagian gelap remang-remang, Dan kau marah karena aku tak datang? Kau pasti buta, sayang'

Piknik I

Barangkali mereka mumet Pikiran kemana-mana, mungkin kesambet Ditumpuk duit berbukit-bukit Negeriku sedang sakit Dikepung berbagai penyakit Suara rakyat tak bertaring lagi Kesana-kemari duit unjuk gigi Jangankan hukum negeri Harga diri saja mampu dibeli Malu, Mungkin pemerintah sedang kurang piknik Pelesiran habiskan duit

Kalkulasi Hati

Ada proses materialisasi cinta dan kalkulasi hati. Jika perlu dipakai rumus: masa kecil bahagia, remaja dimanja, dewasa kaya-raya, tua sejahtera dan mati masuk surga. Ideal kan? Apa itu juga tolak ukur bahagia? Semua absurd Tapi banyak yang mengambil jalan pintas, ukuran minimal kebahagian adalah jaminan hidup mapan, jaminan materi Bahkan dia orang yang lugu, jujur, dan memiliki hati yang tulus, namun ketika sentuhan 'dunia luar' mulai meninabobokan dirinya, ia jengah, gamang, tidak sabar dalam proses penyesuaian diri. Lalu mendadak jadi budak duniawi.

Rindu mengembara

Aku seperti sedang merindukanmu Suara angin malam Susah payah bersautan Dingin yang mengacaukan pikiran Alam yang mengejek kesendirian Tas yang ku gendong, beratnya Suaramu syahdu alunan cinta Raut wajahmu, lelahnya Namun senyummu, merdu Menghiasi kedua mata Peganglah tanganku Biar rindu mengembara Mencari jiwa pecinta

Lari

Aku kalah, Kasih sayang itu Aku tidak bisa menahannya Jarak jadi jawaban Tempat berlarinya kegundahan Dari ketakutan pada diri Pada asmara yang membakar jiwa Wajahmu yang enggan terlupa Mengusik dunia

Lari

Aku kalah, Kasih sayang itu Aku tidak bisa menahannya Jarak jadi jawaban Tempat berlarinya kegundahan Dari ketakutan pada diri Pada asmara yang membakar jiwa Wajahmu yang enggan terlupa Mengusik dunia

Berharga

Lapar itu pertanda kemarahan Tapi aku tak begitu Kadang kau mengambil terlalu Dan bilang aku yang keliru Padahal di sana tempatnya rindu Hati dan raga saling beradu Mata yang selalu sendu Kau itu penyejuk jiwaku Dalam, tak terabai oleh waktu Biar kuturunkan nada suaraku Ku tundukkan kepalaku Ku akui kesalahan untukmu Kau lebih berharga dari semua itu

Kau itu milikku

Aku memperhatikanmu Saat hujan dan kemaraunya bumi Saat bintang dan bulan beradu Saat raga dan jiwa hendak menyatu Ku dengar lagu merdu Wajahmu itu berseri Membuat dunia iri Singkirkan payung itu Biar orang tahu Kau itu milikku