Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2019

Reha XIIVC

Aku jadikan dia kawanku Di atas ditidurnya terucap janji setia Di setiap kehidupan untuk terus menjaganya Pada hujan pertama tahun ini Aku gantungkan doa penuh kasih Setiap jatuhnya semoga membawa kesembuhan pada sakitnya Hari-hari rintik hujan, dalam derasnya semoga dia bahagia Tidak takut pada apa yang dihadapinya saat ini Lalu bersemi senyumnya kembali

Reha XXIII

Aku awalkan puisi ini dengan doa Bahkan yang tak beradat sepertiku memintaNya Aku ketakutan sepanjang masa melihatnya Wajahnya sendu meringis melihatku "bagaimana?" tanyaku Hari hariku penuh dengan memikirkan keadaannya Semoga malamnya baik dan nyeri hilang  Aku ingin dengar suara tawanya lagi Klise tapi aku benar-benar mendengar jeritan ketakutan dalam hatiku Seseorang bagian hidupku tengah terluka Senjanya redup ditelan penyakitnya Hatiku teriris menatapnya

Reha XXIIX

Dia seperti rahasia yang diberikan Tuhan padaku Aku punya banyak cinta untuknya Tidak terhingga sampai entah kapan aku akan terus menyayanginya Dia adalah duniaku, temanku, keluarga, dan adik perempuan bagiku Itu seperti perasaan yang tidak terdeskripsikan Hanya saling terhubung Aku memikirkannya hampir setiap hari Kadang aku memimpikannya tanpa sebab Kami tertawa, menelusuri jalanan berdua, berbagi makanan, dan tempat berteduh. Hanya saling terhubung

Reha XIIXII

Saat itu dia menyuruhku keluar Aku melihatnya menangis melalui sudut kaca depan pintu rumah sakit Sekelebat tak berani menatap Aku biarkan jika itu mampu mengurangi beban rasa yang dipikulnya Hal yang ingin ku tahu bagaimana caranya agar terbagi padaku Sesekali dia menoleh dan kubalikkan badan agar dia tetap menyangka aku tidak melihat Air matanya membasahi ujung rambut sampingnya tidur Buru-buru dia hapus agar tidak berbekas dan ketahuan olehku Aku berdiri di samping pintu penuh sunyi sembunyi Lorong tempat itu kali pertama aku menangis kembali Dan marah pada Tuhanku Maafkanlah aku

Doa Anggur

Setiap pagi doa mampir di jendela rumah Diam-diam dipanjatkan agar dia datang Dibawah pohon anggur ranum hitam Sejak pertanyaan buah apa yang tertanam di rumah Ditanam, diusap, didoakan agar cepat besar dan membuatnya bahagia Terengah jengah mimpi semoga datang menghampiri Jika suatu saat tak lagi sanggup terantar Yang senyum mengajak semesta bersuka Pojok ruang terlentang penuh dukanya Hingga anggur benar-benar dianggurkan olehnya

Debat Pagi

Perdebatan dua pagi; "kamu mana bisa hidup hanya dengan puisi?" berdiri semampai berujar, "kamu tetap bisa mati meski pangkatmu tinggi" begitu ujung risalah nisan itu berdiri.

Reha XIIXI

Dia seperti anak kecil yang sedang tidur Pulas diantara cemas yang menakutinya Pagi dan senja entah bagaimana dia membedakannya Pojok ruang penuh sendu pagi itu Ranjang pipih dihimpit suaranya yang lirih

Reha XIIX

Sehalai kain di atas ranjang pucatmu penuh lirih Menganggu minggu-minggu yang tak akan sudi berlalu Wajah sendu senyum kantuk bibirmu menundukkan rindu Dukamu yang tak mampu kukupas dengan bait helaan napas Murung kurung tak berbatas meski matahari menghujam ruang Pada hari itu sedih mengelilingi seluruh diri Yang duduk tak sanggup beranjak mendengar pedih Raganya jujur membujur tepat di samping kursi besi Bukti jika takdir menghakimi dan membuat hancurnya mimpi Yang bertahun-tahun ku sematkan dalam doa tidak terjadi

Reha XII

Sepenggal nama, ceritamu panjang bernada Setiap malam menjadi ketakutan kisah-kisah rindu Yang membekas pada kertas mainan semasa sekolah Diantar waktu sampai gerbang perjumpaan selepas masa perkuliahan Namamu dicatat buku dan risalah digital penuh lafal Yang malam membacanya sampai penuh luruh sembunyi-sembunyi Kabarkan kawanmu tengah termenung menunggu semesta mendukung Senyum berubah jadi abu melalui rintik air sendu dimatamu Yang diam meratapi hati sejak hari-hari mulai melukai diri Tidurlah, tidak apa-apa, senja yang tengah berduka kembalikanlah