Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2015

Waktuku

Waktuku Jika sampai waktuku, Sampaikanlah pada ibuku, aku baik2 saja Aku diam, tak ada yang mengajakku bicara Aku kini sendiri, tak dipeluk lagi oleh ibu Aku tidur, dan tak lagi dibangunkan ibu Aku, luka ini tak lagi ada yang menyayangi Waktuku kini sendiri, ibu Maukah kau melepaskan untuk sendiri? Jika aku sudah tidak bisa pulang, Katakanlah pada ayahku, Aku sedang berjalan sendiri kini Aku sedang mencari jawaban atas semua pertanyaanmu Aku sedang sendiri karena kerasnya hatimu Aku sedang meniti halai untuk sampai ke sana Bersabarlah, jika aku tak bisa sesuai inginmu Aku sedang termangu sendiri, Mau ku bawa kemana dosaku ini Ibu, ayah, mungkin aku tak bisa menjadi seperti inginmu Kini, aku sendiri menanggung haru Kini, aku sendiri seperti apa maumu Kecewaku hilang bersama diriku Waktuku habis,

Bulan Malapetaka

Bulan Malapetaka Aku sudah ingin berhenti dari hati ini Mengapa perasaan seakan mengutuk nurani? Cahaya bulan terang benderang menyinari malam Mana mungkin bintang2 tidak mengelilingimu Jika aku satu, apakah kau berani menatapku Wahai bulanku, sinarku, cahaya malamku, satu2nya untukku Lalu aku harus melihat dirimu di lirik ribuan bintang Menari menyuguhkan mantra dan hiasan untukmu Senyummu, bagaimana rasanya kini? Bulan yang di atas kepalaku Apakah kau anugerah atau malapetaka? Apakah kau surga atau neraka? Apakah kau nyata atau dongeng semata? Katakan padaku, bisakah semesta menerima Panah asmaraku, gejolak hatiku, panas darahku, isi fikiranku Bolehkah kita berdua mengadu pada Rabbmu?

Pengadilan

Pengadilan Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Apa gunanya menangisi jasad yang diam kini? Perlukah penyesalan dirasakan oleh kerasnya hati itu. Akhirnya jiwa itu kau layangkan surat pemanggilan Akhirnya nestapa diantara kita kau ungkap juga Ketika keluguan menghilang diantara kita Suatu hari aku tidak akan diketahui sebagaimana benarnya Jika kau terima penjelasan dariku dalam surat ini Maka, pastilah aku tidak lagi berada di sampingmu Pastilah aku telah kau kubur dengan kerasnya hatimu Lalu seberapa adilnya ini untukku? Pengadilan inikah yang kau benarkan, Tuanku. Aku tepati janjiku untukmu, lalu kini kau mengingkari ucapanmu itu Sejarah akan menulisku sebagai bangkai yang kurangajar Tanpa hal yang aku, Tuhan, dan ketidakpercayaanmu itu Lalu, apa yang membenarkanmu atas pengadilan ini? Apa yang menjadikan kebenaran dimatamu sebagai kebenaran hakiki? Wahai Tuanku yang aku sayangi.

Antara aku, kau, Papua Indonesiaku

Antara aku, kau, Papua Indonesiaku Hanya ada dua jenis orang di dunia Yaitu orang baik dan orang jahat Begitu juga di Indonesia, negeriku Papuaku adalah hati dari Indonesia Penanda wajah dan sikap negeriku Jangan membuat rumor dan desas desus diantara kami Papuaku adalah jiwa Indonesia, negeriku Aku tidak peduli, perbedaan diantara kita Dulu, kini, dan nanti tidak akan merubah jiwa saudara kita Aku, kau, layaknya Papua sebagai belahan hati yang tak mungkin dipisah oleh ketidakbenaran kata orang lain Semoga Tuhan melindungi kita dari pendengaran buruk di luar sana Semoga kita damai hingga akhir masa

Tentang Tuhan?

Tentang Tuhan Allah Tuhanku, ampuni apa yang hendak aku tanyakan ini Aku sangat ingin tahu apa Kau merasakan apa yang aku rasakan kini Sekian lama aku mencari jawaban sendiri Aku orang biasa yang penasaran pada hidup ini dan tentangMu Aku berjanji bahwa aku sangat percaya padaMu dan akan begitu selamanya apapun yang terjadi Tapi, aku ingin tahu hal yang belum dijelaskan Hal yang belum pernah aku dengarkan sebelumnya Kau punya perasaan, bisa memberi pahala dan hukuman pada hambamu Apa kau bisa merasakan cinta? Perasaan yang ada dihatiku ini Seperti anak panah yang dilepas dan mengakar di tubuhku ini Allah, Tuhanku Kau hanya satu Tak beranak dan tak diperanakan Tapi Kau menciptakan rasa ini dihatiku Lalu, bagaimana Kau jatuh cinta? Apa sepertiku ini, siang malam meratap bahagia? Padahal aku tahu bahwa aku tidak dapat bersama dengannya Atau sakit dada, sebab aku tak Kau takdirkan hidup berdua dengannya? Tuhanku, ampuni rasa ingin tahuku Bagiku, cinta kasih adalah hal y

Lepaskan aku, hati

Lepaskan aku, hati Dia yang aku simpan dalam rahasiaku Dia yang diam diam menikamku Dia yang setiap saat menentang pikiranku Dia yang mencaci logikaku Dia menimbulkan luka padaku Dia mengacaukan instingku Dia menggoyahkan idealisku Dia membuat cinta tak asing bagiku Dia pembunuh masa depanku Malamku, sudut gelap dalam diriku Malapetaka yang kadang kurindu Bayang2 gelap disetiap langkah kakiku Aku menderita Lepaskan aku, hati

Soulmate

Soulmate Oh pagi, akankah aku menemukannya lagi hari ini? Akankah ia muncul dari panasnya sinar matahari? Jiwaku, semangatku, pelita hatiku, akankah aku menemukan dirimu yang dulu? Kau selalu mengatakan bahwa kita adalah kawan Tapi perasaan yang tidak bisa disembunyikan itu ada di hatiku Yang membuatku diam saat bersamamu Yang membuatku tak berani menatap matamu Yang membuatku gugup ketika bersentuhan denganmu Aku tidak bisa memilikimu, lalu bagaimana mungkin ini cinta Lalu jika bukan cinta, mengapa aku resah memikirkanmu Akankah aku menemukanmu yang dulu? Aku yang hanya sebuah hati yang diam sebelum bertemu denganmu Kini bergejolak tak menentu olehmu Jiwaku merasa berbeda dari jiwaku yang dulu Lalu siapakah kau itu?

Hutangku, cintaku

Hutangku, cintaku Dua orang yang bertemu malam itu, saling bertanya Siapa aku dan siapa dirimu? Mengapa kau datang dan aku harus bertemu denganmu? Lalu aku menjawabnya, Kekasihmu datang dan ucapkan selamat datang Jika kau ingin tahu mengapa aku harus bertemu denganmu, lihatlah mataku Akan aku katakan sesuatu dan dengarkanlah suara dari mataku Tujuan dari kekasih adalah membunuhku Anggaplah diriku adalah hutang pada kekasihku Bagaimanapun juga cintaku terlampau jauh menjatuhkanku Bukankah alasanku lebih gila dari kesalahanku Bukankah matahari rela tenggelam demi agar bulan terbit Itulah yang harus ku bayar demi api yang membara di dada yang orang sebut cinta Aku harus me nenggelamkan diriku ke dasar lautan untukmu Begitu mahal hutang yang harus ku bayar pada kekasihku Lalu maukah kau menolongku kini? Kekasihku, bulanku, lautan api dihatiku

Dia Tanpaku

Dia tanpaku Foto itu membakarku setiap waktu Ia menikam hatiku lebih dari yang kau tahu Mana mungkin aku tidak terluka jika melihat hal itu Orang yang kau cintai itu, membuat dukaku bertambah perih Oh,, perasaan apa yang membutakan hatiku hingga seperti ini Mungkinkah aku cemburu hingga lupa dimana posisiku Bahkan aku tak lagi bisa menahan api yang membumbung di hati Lalu dia yang mendapatkan hatimu kini Kata "jika" yang kau katakan padaku Adalah pedih yang tidak ada pengobatnya Jika matahari dan bulan bersatu, itu tidak mungkin terjadi Terpaksa berpisah karena takdir tidak bisa menuliskan keinginan hati Yang aku sayang, yang aku cinta Yang kurindukan matanya, Yang kunanti senyumannya, Keindahanku, keharumanku yang menawan Mana mungkin aku tidak resah tanpamu Ya muhibbin, mengapa Kau ciptakan dia tanpa aku sebagai pemiliknya Dukaku ini, bagaimana aku bisa menanggungnya?

Tentang Cinta, Kita, dan Tuhan

Tentang cinta, kita, dan Tuhan Kini tak lagi kesempatan untuk bicara Tentang cinta, kita, dan Tuhan yang tidak bisa diubah Haruskah kita berakhir seperti ini? Tragedi apa yang kini menyiksaku Entah bimbang akan membunuhku seusai ini Aku kalah dan menangis karena takdir Senyumku, matahariku, bahagiaku, mengapa takdir begitu kejam padaku? Awal yang kuidamkan pembawa dahaga dan air cinta kini hilang tak bersisa Jika derita ini adalah pemberian, Apa yang bisa kita lakukan selain menerima hal ini sebagai hadiah dari Tuhan? Ini adalah wujud lain dari bahagia

Kata Tuhan

Kata Tuhan Lalu aku ini manusia apa? Kecil Tak punya apa2, aku tahu Lalu aku harus melakukan apa? Kata Tuhan harus ikhtiar dan mencari apa yang ku sebut hidup itu Dan aku hanya sendiri, sekalipun aku butuh penghibur duka Aku ingin marah, mengapa Kau melakukan ini padaku? Bukankah aku selalu berdoa, lalu ini apa? Banyak pertanyaan yang harus aku temukan jawabannya. Sedang banyak diluaran sana yang mudah mendapat jawaban Lalu aku ini siapa? Lalu pada siapa aku harus mengadu? Akankah aku menunggu sendiri dan menjadi hinaan orang Lalu bagaimana mungkin aku tak marah padaMu? Ya muhibbin, katakan aku harus bagaimana?

Kata Tuhan

Kata Tuhan Lalu aku ini manusia apa? Kecil Tak punya apa2, aku tahu Lalu aku harus melakukan apa? Kata Tuhan harus ikhtiar dan mencari apa yang ku sebut hidup itu Dan aku hanya sendiri, sekalipun aku butuh penghibur duka Aku ingin marah, mengapa Kau melakukan ini padaku? Bukankah aku selalu berdoa, lalu ini apa? Banyak pertanyaan yang harus aku temukan jawabannya. Sedang banyak diluaran sana yang mudah mendapat jawaban Lalu aku ini siapa? Lalu pada siapa aku harus mengadu? Akankah aku menunggu sendiri dan menjadi hinaan orang Lalu bagaimana mungkin aku tak marah padaMu? Ya muhibbin, katakan aku harus bagaimana?

Ketika Angin, Matahari, dan Hujan Bertemu

Jika cinta adalah angin yang berhembus, mana mungkin ia akan membawa malapetaka Sekalipun dengan kencang menerpa, dia akan membawa cinta Lalu apa yang akan kau rasakan kini? Jika cinta adalah matahari yang menyinari bumi, mana mungkin akan menyakiti Sekalipun panas menerpa diri, pastilah itu panas dari cinta yang membara Lalu apa yang aku rasakan kini? Jika cinta adalah hujan yang membasahi tanah, mana mungkin ia akan menghancurkan Sekalipun ia menghujani bumi, pastilah itu cinta yang deras mengaliri tanah Lalu apa yang kita rasakan kini? Hatiku ini menyimpan nurani, agar kau tetap mencintai Tidak memutus doa doa untuk menaungi hati yang bergelora setiap waktu Aku akan menangis jika kau menangis dalam hati Ya muhibbin, selamatkan kami dari cinta yang dahsyat ini Jika Kau menciptakan cinta sehebat ini, pasti ada pengobat dari luka ini Lalu apa yang akan Kau rasakan kini?

Bahasa

Bahasa Dia seperti raga yang indah mengelilingi jiwa Purnama merah bersenandung ria Aku diam tak berbahasa, menunggu cinta Apa yang harus aku katakan, jika aku  tak bisa menghindar darinya? Malam, kasihani aku dan peluklah aku Katakan bahasa2 indah ini padanya Bahwa dia adalah irama dalam jiwa, lantunan tasbih dunia, dan penghilang derita Apa yang akan dikatakan dunia, ketika aku jatuh cinta? Kecuali bahasa yang meluluhkan jiwa

Sepertiku: penyair kere

Penyair kere Aku tahu, aku sadar, aku belum bisa seperti inginmu Aku bukan gadis cantik yang haus dengan pujian Aku juga tak cerdas seperti apa katamu Aku tak perlu menjelaskan betapa tidak benarnya perkataanmu Bukankah kau lebih paham tentang diriku daripada aku? Siapa aku ini? Aku hanya menggerakkan kakiku di jalan kebenaran yang kadang di caci orang Aku hanya memandang ke satu arah, kemana mimpiku berada Aku bebas mengendalikan hatiku kemana ia akan lari Aku tidak menyesali kenyataan bahwa kini aku hanya seorang penyair kere Aku terima dan aku bahagia Dimana salah diriku, jika usahaku belum direstui Tuhanku Tuhanku lebih tahu apa yang aku butuhkan Hanya kalimat indah dari surga yang kini aku sembahkan Seperti purnama yang diam2 menerangi kegelapan Tak dipandang, tapi sungguh indah menawan Ya muhibbin, sungguh kelana diriku Tak punya harta lagi tahta Namun cinta bertaburan di dada Menghiasi hati hati keruh tak bernyawa

Jauh Kawanku

Jauh Kawanku Yang ku simpan dalam hati Yang ku puji ramah senyumnya Yang mengingatkanku pada mimpi Yang diam2 ku rindu suaranya Yang membuatku ingin melihatnya Yang jauh di sana, dan aku disini Yang kadang bilang rindu Yang kadang ingin menyapaku Yang kadang ingin melepas rindu Yang kadang ingin mengulang masa lalu Kawanku, pengingatku, pelipur laraku, cahaya di kegelapan mataku. Ku doakan kau sehat selalu, Hidupmu akan di kelilingi kebaikan seperti hatimu Kemudahan selalu mengikuti langkah kakimu Mimpimu yang akan terus bersinar seperti bulan itu Dan satu lagi, tentu Allah akan selalu menjaga hatimu Kawanku yang jauh

Mata Itu

Mata itu Apa yang sedang menimpaku kali ini Aku tidak bisa melupakan mata itu Sinarnya menusuk relung hatiku Aku jatuh muhibbin, kemana kubawa lari perasaan ini Apa yang bisa dilakukan untuk meredam asmara yang bergejolak ini? Pandangan itu, membuatku berapi api menjalani takdirMu Mata itu seperti kawanan merpati yang indah mempesonaku Lalu menundukkan kepalaku pada sang kekasih Katakan, dimana salahku jika aku menginginkannya? Panas membakarku, melelehkan dinginnya ego hatiku ini Mataku redup diam tak berdaya menatapnya Aku kalah,