Skip to main content

ABOUT LOVE Oleh: Arum Novitasari

28 Agustus 1991, maka, dedaunan malam ini runtuh dari dahannya. Butiran-butirannya tergantung bersamaan redanya huan malam ini. Namun tangis tak juga usai. Mengapa semua jadi seperti ini? Tanyaku dalam hati. Siang tadi weajahnya begitu murung tiada memandangku. Kesedihan nampak begitu erat melekat wajahnya. Acuh hingga mengikuti turunnya salju siang itu. Kutanya padanya, tapi ia tiada menjawab. Ku seolah terdiam. Ku takut salah mengucap kata padanya. Biasanya ia tak mendiamkan aku seperti ini. Bangku tempatnya terduduk mulai membeku oleh tetesan salju. Ku hendak bertanya kenapa?. Tapi urung niatku sebab melihatnya begitu. Taman seolah sepi meredam suatu hati yang tengah pilu dihantam oleh nyayian ranting sekitar. Lalu ku beranikan diri mendekatnya dan duduk disampingnya, sebelah kirinya. Kupegang tangan kirinya, penuh dengan luka sehabis ia lampiaskan amarah wajahnya. Ia tetep diam, tak melirikku. Secarik sapu tangan ku ambil dari kantongku. Lalu ku balut tangan kirinya itu. “kak ku punya salah apa padamu, hingga kau diamkan aku begini?” tanyaku padanya. Tapi ia tetap membisu membiarkan angin yang menjawab segala pertanyaanku. Ku miringkan pundakku, menatapnya lebih dalam. Ia tak ingin bicara soal apapun saat ini padaku. Kesendirian yang ia mau dariku. Lantas ku berbalik pergi meninggalkannya di sana sendiri.
Diantara ranting-ranting manja itu, terlihat seoarang gadis tengah berlarian. Arahnya tiada menentu. Senyumnya terang, terbalik akan cuaca pagi itu. Manja jerit tawanya mengarungi aliran darah yang membumbung dalam raga. Lantas ia terlihat bercanda riang dengan pemuda lembut di samping kursi yang ia duduki. Gadis itu memanggilnya Rio. Tapi ku lebih suka memanggilnya kak Rio. Kata-katanya berirama bercanda riang, sesekali gadis itu tersenyum, menghiasi rasa dalam hati Ruio. Senyumnya begitu manis bsk seperti sebubuk gula madu. Itulah yang sekian lama kak Rio nanti hingga ku sempat terlupa. Kak Rio lalu diam, menaha hawa kala itu. Ia lantas menghadapkan wajahnya pada gadis itu, Naina. Pandangannya terus menelisik hati sang bidadarinya itu. Sebegitu erat ia memeluk tubuh si gadis, hingga salju dan dedaunan tak amu turun dari puncaknya. Lama ia tak menghiasi hari-harinya bersama gadisnya itu. Hawa makin hangat dibuai oleh keduannya. Dekapan itu berbicara akan suatu rasa besar yang dulu tercipta. Kak Rio lantas berbisik. Kau tak akan meninggalkannku bukan? Katanya, membuyarkan aroma kehangatan di pagi itu. Naina diam, melepas diri dari kak Rio. Nampak raut yang begitu tiada nyaman di pandang kak Rio. Kepastian lalu di perdengarkan lagi. Sekeliling sunyi tiada bisikkan aroma-aroma dunia yang membuat pemuda itu damai merasakannya. Naina berbalik, aku harus pergi! Katanya menyesakkan dada kak Rio. Dingin begitu mendera, hingga kata-kata diantara keduanya hilang tak tersisa. Raut kak Rio begitu kososng. Ada rasa yang hendak ia lampiaskan. Kau tak percaya padaku? Kau fikir untuk apa aku di sini? Aku menunggumu. Apa kau hendak mempermainkan aku? Kata si pemuda dalam raut kemarahan. Tiada terbesit sedikitpun bahwa si gadis akan pergi lagi meninggalkannya. Rio sudahlah lupakan masa lalu, aku tak bermaksud mempermainkanmu. Kau adalah satu-satunya lelaki yang kucintai yang dapat membuatku kembali ke sini. Kata Naina memegang erat jemari Rio, menanangkan gejolak hati yang hampir meledak. Kau memang sepert itu, tak mengizinkan aku lebih deakt ataupun menajauh darimu. Kata Rio. Kini kau tak sehangat dulu Yo, melihatmu memandang gadis malam lalu, ku yakin kau telah mengurangi rasa dihatimu buatku. Perkataan itu mengingatkannya, sejauh mana perasaannya masih peka pada Naina. Ia tak menjawab lagi kata si gadis. Seiring burung berkicau, tak gadis itu pedulikkan, ia tetap berjalan pergi meninggalkan kak Rio. Sesak sempit taman belakang sekolah itu ditinggal si gadis.
Dan sesaat itu rasa kami berkembang menelusuri jami- jemari hati yang terbakar api cinta dalam raga. Sekian lama itu baru sekarang segala hasrat terpendamku tercapai. Ku malu akan dirinya, kakakku tersayang. Ku tersembunyi mencoaba menyalahkan kata hati. Mulanya tak terfikir olehku akhirnya semua ini membakarku sendiri. Ku hendak mengalihkan segenggam rasa di dada ini untuknya. Tapi ku takut jika ia tak memandangku lagi. Malam itu ku dekap bintang, memelukknya begitu eret. Lalu menjadikan aku dan kak Rio bersama. Ku takut ini hanya cinta fatamorgana saja,yang berakhir sakit bagiku. Meski ku tahu, pemuda mempunyai hati bagi gadis lain, ku bertahan. Pemuda pertamaku, pencuri hati melewati panah-panah cambuk dibalik kelembutan syahdu yang memikat rasa. Di balik senyumnya ku sandarkan diri, di pundaknya ku rebahkan hati ini. Rio lantas menggandeng tanganku melewati celah-celah pepohonan di balik semak belukar itu. Hendakkku melepas tangannya, tiada bisa melihat genggaman erat merengkuh sukma. Ku pandang wajhnya, begitu tampan di hiasi shal putih yang ia kenakan malam ini. Termangu dalam-dalam aku menatapnya. Inikah salahku, tak ada istilah yang memperbolehkan rasa ini mengalir. Tiada daun yang berani-beraninya mengadu cinta pada batangnya sendiri. Gundah datang mengitari semua sudut-sudut hati memekik menyalahkan hati ini. Kapan datangnya rasa-rasa semu ini di hratiku? Hingga ku tak menyadari sebodoh mana aku ini! Ku berdenyut dalam dada. Memuji dengan perkataan semu yang berduri. Ku termangu melihatnya. Lantas Rio membelai rambutku. Isyarat suatu makna indah yang tak terurai dalam suatu kata. Qha.. kenapa kau diam, tak berkata sedikitpun? Tanyanya padaku. Tak ku jawab itu, namun ku tersenyum dan mengedipkan mata untuknya. Raa itu seakan mendera ke pelupuk mata. Dentuman-dentuman besar menghiasi tempat kami terduduk berdua. Ku hanya mengusap dada dan berkata: aku mencintainya.
Ketika malam, bintang tiada berjalan. Ia tertunduk malu tersembungi dalam dekap salju. Sendiri, dingin, tak terkoyak oleh sang bidadari. Semalam mungkin ia terduduk tak bergerak di altar rumahnya. Mengikis rasa-rasa yang tak bisa dimengerti. Tumpuan terakhir ada padanya, sebab putusannya mengarah pada dua jiwa yang membuat sebuah pengharapan baginya. Mengerti atau tidak, pasti akan terjadi perpecahan diantara kami. Gundah-ulanda hatinya, tiada mau terkata. Wajahnya mulai mengerut, aliran darahnya. Makin tersesat di lembah perjudian cinta yang ia buat sendiri. Remang-remang di sekujur ranting-ranting pedalaman berhias pepohonan muda di ujung pandangannya. Rio lalu terlentang memegang sepucuk surat dari Naina. Kiranya seisinya begitu mencekam, merobek hati si pemuda. Dia tertinggal di pucuk hati, terlepas dari pancaran sinar si gadis. Cinta tak seperti dulu lagi. Kedatangan si gadis lain membuat dilema besar. Mungkin ku perusak, tapi ku mencintainya. Sejenak ia menutup amta, menghela udara kesakitannya. Menderu mendengar dendangan lagu penyejuk jiwa. Semua cerita terhapus di malam penghabisan ini. Lentera-lentera dipadamnkan dan tiada lagi kesejukkan. Dan ku tahu ini salahku. Ia lantas berjalan ke depan pintu di mana ku berdiri. Sendu lekat bergelayut searah wajahnya. Ia terduduk lesu di pangkuanku, meradang. “aku kehilangan Naina, Qha....” katanya padaku. Ku diam, tapi tetap aku yang bersalah memisahkan dua hati itu. Ia genggam tanganku mencoba mengalirkan isi kesakitannya. Ia nampak lelah. Perjalanan lalu denganku, mengundang kehancuran kini. Ku tundakkan kepalaku menatapnya. Semua sudah berakhir di pengkuanku. Seiring menghilangnya salju malam lalu.

Comments

Popular posts from this blog

Sang Penyair Mustafa Lutfi Al Manfaluthi

Sang Penyair "Allah Maha Pembuka Pintu Hati" Aku akan bahagia karena aku adalah sang penyair, seorang penyair bersandiwara dengan fitrahnya. Ia akan merasakan kenikmatan dengan memakai pakaian yang bukan jubahnya, menampakkan perasaan jiwa yang bukan suara hatinya. Ia berperan sebagai orang 'gila', padahal ia cerdas. Berperan sebagai pengecut, padahal ia berani. Berperan bahagia padahal ia... menderita. Ia juga dapat berperan sebagai pecinta, yang menekan getaran cinta dihati untuk kebahagiaan orang lain. Ia akan mendengar suara kalbuku yang terucap dari mulutmu, merasakan jiwa dan ruhku dari tubuhmu. Meminum perasaan sukmaku dengan gelasmu, menyanyikan irama laguku dari kenyaringan suaramu. Aku hidup bebas, tertawa dan menangis sesuka hatiku. Bebas mengatur langkah-langkahku, mengangkat kepala dan berahasia, serta menulis kasidah sesuka hatiku. Aku juga bebas meninggalkan karya-karyaku tanpa harus menyesal. Aku bebas melahirkan kasidah tanpa tergantung pujian da

SYAIR CINTA LAILA MAJNUN

SYAIR CINTA LAILA MAJNUN Part I Kerabat dan handai- taulanku mencela Karena aku telah dimabukkan oleh dia Ayah, putera- putera paman dan bibik Mencela dan menghardik aku Mereka tak bisa membedakan cinta dan hawa nafsu Nafsu mengatakan pada mereka, keluarga kami berseteru Mereka tidak tahu, dalam cinta tak ada seteru atau sahabat Cinta hanya mengenal kasih sayang Tidakkah mereka mengetahui? Kini cintaku telah terbagi Satu belahan adalah diriku Sedang yang lain ku berikan untuknya Tiada tersisa selain untuk kami Wahai burung- burung merpati yang terbang diangkasa Wahai negeri Irak yang damai Tolonglah aku Sembuhkan rasa gundah- gundah yang membuat kalbu tersiksa Dengarkanlah tangisanku Suara batinku Waktu terus berlalu, usia makin dewasa Namun jiwaku yang telah terbakar rindu Belum sembuh jua Bahkan semakin parah Bila kami ditakdirkan berjumpa Akan kugandeng lengannya Berjalan bertelanjang kaki menuju kesunyian Sambil

REPRODUKSI KARYA ILMIAH

REPRODUKSI KARYA ILMIAH Reproduksi karya ilmiah merupakan bentuk karya ilmiah yang disusun atas dasar karya ilmiah yang sudah ada. Dimana digunakan untuk menggubah karya ilmiah yang sudah ada, baik dalam bentuk ringkasan, ikhtisar maupun resensi buku. Bentuk reproduksi ilmiah antara lain: 1.       Ringkasan, Ikhtisar, Sinopsis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung makna: a.        Sinopsis n ikhtisar karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan bersama- sama dengan karangan asli ynag menjadi dasar sinopsis itu; ringkasan; abstraksi. b.       Ringkasan: hasil meringkas; ikhtisar; singkatan cerita, dll. c.        Ikhtisar: n pandangan secara ringkas, ringkasan. Jadi pada dasarnya ringkasan, ikhtisar dan sinopsis sama. Hanya saja terjadi perbedaan dalam penggunaan kata- kata tersebut. Sinopsis adalah bentuk meringkas yang mana berasal dari karya ilmiah yang panjang. Biasanya digunakan untuk ringkasan berupa karya fiksi. Ringkasan sendiri sebagai hasil meringkas miniatur karangan