Skip to main content

Cerpen

SOAL ENTENG HALILINTAR TERMUDA

oleh: ARUM NOVITASARI

28 Agustus 1991, dan hari ini bagiku tak ada yang berbeda dari sifat kebiasaan yang aku terima. Terutama di sore hari, itu terkadang membuatku jengkel dan menganggap hal inisemua omong kosong. Sore itu aku mula dapat pengaruh-pengaruh yang tak penting bagiku, apalagi obrolan ibu-ibu sekitar rumah. Itu tidak masuk akal. Adikku saja yang baru berumur 3 tahun bingung mendengar ocehan ibu-ibu itu. Apalagi aku, sudah sebesar ini masih saja percaya dngan setiap omong kosong itu. Aku pernah dengar sewaktu aku malas bersih-bersih rumah, ibuku selalu saj mencemooh aku. Dikatakannya mertuaku suatu hari nanti pasti akan menyesal jika punya mantu seperti aku. Apa itu tidak masuk akal bukan? Tiap hari aku selalu bersih-bersih rumah meski keadaanku semacam ini. Tapi jika aku sekali saja malas bersih-bersih, pasti aku akn dengar segelintir umpatan dari ibuku. Banyak lagi yang sebenarnya yang aku dapatkan. Tak seperti manisnya ceri jawa. Tapi memang hal itu sedikit membuatku ngeri. Jika ku telusur suatu hari nanti. Apa benar aku seperti itu? Tak sedikit pula aku dengar berbagai sanjungan di luaran sana. Meskipun ibuku selalu mengumpatku, namun ku kira masih banyak yang sependapat denganku. Apalagi sewaktu siang hari. Pasti akan kau temui ribuan hingga jutaan salju jawa bertebaran di sekitar rumahku. Genteng, kaca, dan lantai pasti akan penuh olehnya. Ya, memang itu lucu bukan? Salju napak tilas ke Indonesia, jawa lagi. Kacang-kacang hijau yang di panen di musim palawija itu sangat membosankan bagiku. Tiap siang rumahku ini seperti daratan gunung Elbrus perlu satu jam untuk membuangnya dari daratan rumahku. Jadi tak mengapa pula ibuku marah padaku jika aku malas membersihkan rumahku.
Terlebih lagi jikakau amati, kau kan lihat sewaktu orang-orang itu 1mengilir kacang-kacang yang habis di 2gedig. Wah itunkan jadi pemandangan yang mengerikan bagiku. Nafasku bisa-bisa akan terbuang sia-sia. Tak jarang pila di sana, kan kau lihat dua orang bibik-bibikku yang tengah saling mengumpat diri mereka masing-masing. Meskipun tak terdengar jelas, itu akan menjadikan suasana panas. Tak jarang pula kau kan lihat mereka beradu celoteh. Meski kulihat juga ibuku tengah 3tapen di sana, mereka tak kan memperdulikan itu. Jika aku sudah benar-benar lelah. Tak jarang aku mengumpat sendiri. Aku ingin sekali musim palawija tahun ini berjalan lebih cepat dari yang semestinya. Tak ada yang mendengar jika aku mengumpat. Meskipun aku tahu orang-orang itu keluargaku sendiri. Siang hari akan begitu lama terasa. Gemboran dari anak-anak tetanggaku pun berceloteh bermain. Suaranya bagai petir di siang bolong. 4Hompimpa ataupun 5patrom permainan kesukaan mereka mengingatkan masa kecilku dulu. Kurasa aku tak sebahagia itu. Mereka bias bermain dan berceloteh riang. Tapi aku, sedari dulu juga masih seperi ini. Duduk di kursi roda ini bukan! Aku pun ingin seperti mereka. Tiap malam jika kuingat hal itu, seringkali aku tertawa, tapi menangis. Mau bilang apa memangnya? Apa hidupku di ciptakan untuk menangis? Bukan kan? Aku pun sering melihat juara-juara lomba tingkat nasional yang menang juga anak-anak sepertiku. Tapi aku tak seberuntung mereka. Tak pintar, kaya apalagi. Aku kan sangat merasa bahagia jika dulu tuhan memberikanku tubuh yang sempurna. Mungkin aku kan telihat lebih baik sekarang. Begitu mudah bukan aku meminta. Semudah jika kulihat kakiku yang bengkok. Hal itu kakiku telihat bagai besi yang berkarat. Mudah sekali hancur. Aku selalu ingat betul tentang cerita pamanku. Ia akan begitu asyik jika menceritakan hal itu padaku. Kenapa tuhan tidak memberiku kaki yang sempurna? Jawabanya akan begitu enteng kau dengar. Karena dulu kau tak pesan padanya…. Itu celotehnya sambil tertawa padaku. Kau kira itu lucu bukan.
Sore itu lagi kudengar tentang pemuda di ujung gang itu. Ia memang begitu baik padaku. Ia sudah seperti kakakku. Ia selalu memberiku motivasi hidup. Cerita-ceritanya pun selalu membangkitkan imajinasiku. Apalagi jikalau aku tengah menulis. Ia pasti akan menyanjung tulisanku. Padahal aku tahu, jika tulisanku tak lebih baik dari tulisan adikku. Dia memang warga baru di desaku. Tak ada yang tahu tentang dirinya. Banyak orang yang terpukau saat mendengar ceramahnya di masjid. Sampai-sampai ibuku hendak mengawinkan aku denganya. Tak bisa kubayangkan jika aku jadi kawin dengannya, dua bulan belakangan ini aku baru saja dengar, jika ia tewas. Kematiannya pin tak membuatnya di layat orang banyak. Ia kan jadi slah stu pengebom handal hotel besr di kota. Media itu memang banyak baiknya jika mengabarkan berita. Apalagi televisi itu kan mudah membuatku ngerti. Tapi tak jarang pula kulihat foto-foto bugil artis ibukota. Bukannya aku mengelak, tapi itu memang benar. Tapi seringkali aku malu sendiri.kenapa harus perempuan di foto itu? Aku juga perempuan, malu benar aku jika melihat bagian-bagian itu. Aku sempat tertawa. Ku pikir mereka itu gila. Bolak-balik duit mulu. 50-200 ribu mungkin cukup untuk membayar kupu-kupu liar di luaran sana. Apalagi sekarang lebih mudah dicari. Sekarang jarang di ibukota ada perempuan masih perawan. Apalagi daun-daun muda sekarang, habis di gasak para koruptor. Aku baru tahu jika selain suka duit, koruptor suka gadis-gadis juga. Kenapa pemerintah tak membuat bank yang isinya perempuan saja. Nanti pasti aka nada simpan pinjam perempuan. Ha…ha… pasti gadis-gadis yang baru lahir, masih bayi sudah tak perawan. Aku kan malu jadinya.
Aku tak pernah seheboh ini sebelumnya. Ibuku yang biasanya tak suka jadi seorang petani, akhir-akhir ini malah asyik mengikuti lelang tanah persawahan. Kukira ia hendak beralih profesi. Yang dulunya pegawai jadi petani. Tak jarang aku bias menangis. Jika melihat ibuku tengah menghitung uang di depanku. Aku menangis bukan karena tak diberi uang olehnya. Tapi memang ibuku adalah tulang punggung keluargaku. Apalagi setahun lalu, ayahku kawin lagi dengan seorang janda depan rumahku. Soal itu ibuku minta cerai. Siapa sih istri yang mau dimadu? Setiap waktu aku pasti menangis. Aku pun sering menulis, meskipun tulisanku tak bagus-bagus amat, tapi itu lumayan menyenangkan hatiku. Tapi aku tak pernah bisa mengatakan kepada ibuku jika ku ingin menjadi penulis. Ia pernah kata bekata padaku. Jadi penulis itu tak enak. Malahan itu hanya membuang-buang kertas. Katanya itu boros yang tak jadi apa-apa. Seringkali aku hanya diam jika berhadapan dengannya. Segalak-galaknya ia padaku. Tapi ia tak pernah sedikitpun bermain tangan. Rasa saying itu an memang berbeda bukan. Berhubung sekarang ibuku jadi seorang petani dadakan. Akhirnya aku ikutan jadi pengamat tiap kali panen raya.jadi salju-salju di atas rumahku, ya dari larahan kacang hijau milik ibuku sendiri. Di hitung-hitung usaha jadi bos kacang ini tak begitu besar bagiku. Itu hanya cukup untuk membuatku mencapai nama sarjana. Tak jarang aku berbicara dengan ibuku, jika aku ingin kakiku diamputasi dan diganti dengan kaki palsu. Itu akan membuatku terlihat lebih baik adri pada aku duduk di kursi roda ini. Ibuku selalu saja menakuti aku. Katanya setiiap malam kakiku yang diamputasi akan berjalan perlahan menuju kamarku. Kaki-kaki itu menangis karena terpisah dari tubuhku. Aku tak percaya pada kata ibuku. Hal itu sudah basi seperti mitos-mitos lainnya, seperti pamali jika seorang gadis duduk di depan pintu. Itu bagiku hanya cerita lama dari pada ornag-orang terdahulu. Aneh tapi tak nyata. Siang itu kudengar tangisan seorang gadis dari arah ruang operasi. Aku sempat berbicara dengan gadis itu. Ia hanya bercerita tentang penyakit diabetesnya. Hal itu juga yang membuatnya merasakan sakit luar biasa di ruang operasi untuk kakinya yang diamputasi. Aku sempat 6dhomblong melihat gadis itu. Cuma rasa ingin tahu, seberapa sakit rasanya saat di amputasi. Katanya bak sebatang bamboo yang digergaji. Apa ya seperti itu?
Dokter di depanku mulai menyuntikku dengan obat bius. Aku hidup apa mati nanti? Ah…. Ku tutup saja mataku. Sejalan itu lantas ku buka mataku. Kulirik sebuah tempat berbentuk Loyang. Ah.. itu kakiku bukan, yang terbaring di sana. Jika kuliaht, kakiku tak bernyawa. Nyatanya ia tak bergerak. Aku tutup lagi mataku. Sekarang kubuka untuk melihat kakiku yang satu lagi. Rupanya ibuku telah memesankan kaki palsu itu untukku. Aku hanya perlu menunggu luka bekas operasiku mongering. Diingatkan lagi aku, jika adikku tengah menungguku. Tawa adikku begitu keras terdengar. Tentunya akan aneh jika aku berdiri. Aku jadi agak lebih tinggian. Hingga akhir ini ku ikut ibuku jadi petani. Sampai akhirnya aku sendiri yang jadi bos tani. Aku sempat tertawa jika melihat ibuku tersenyum. Itu tandanya ia senang melihatku jadi petani sukses. Kini aku bisa bukan, hanya duduk- duduk tak usah bersi-bersih rumah. Sekarang rumahku gedongan, pembantu banyak di sini. Ibuku pu hanya duduk sambil mengangguk-angguk melihat para anak bauhnya panen padi. Tapi ini bukan cerita, namun hanya nostalgia soal aku 7sing dadi wong sugih.

Comments

Popular posts from this blog

Sang Penyair Mustafa Lutfi Al Manfaluthi

Sang Penyair "Allah Maha Pembuka Pintu Hati" Aku akan bahagia karena aku adalah sang penyair, seorang penyair bersandiwara dengan fitrahnya. Ia akan merasakan kenikmatan dengan memakai pakaian yang bukan jubahnya, menampakkan perasaan jiwa yang bukan suara hatinya. Ia berperan sebagai orang 'gila', padahal ia cerdas. Berperan sebagai pengecut, padahal ia berani. Berperan bahagia padahal ia... menderita. Ia juga dapat berperan sebagai pecinta, yang menekan getaran cinta dihati untuk kebahagiaan orang lain. Ia akan mendengar suara kalbuku yang terucap dari mulutmu, merasakan jiwa dan ruhku dari tubuhmu. Meminum perasaan sukmaku dengan gelasmu, menyanyikan irama laguku dari kenyaringan suaramu. Aku hidup bebas, tertawa dan menangis sesuka hatiku. Bebas mengatur langkah-langkahku, mengangkat kepala dan berahasia, serta menulis kasidah sesuka hatiku. Aku juga bebas meninggalkan karya-karyaku tanpa harus menyesal. Aku bebas melahirkan kasidah tanpa tergantung pujian da

SYAIR CINTA LAILA MAJNUN

SYAIR CINTA LAILA MAJNUN Part I Kerabat dan handai- taulanku mencela Karena aku telah dimabukkan oleh dia Ayah, putera- putera paman dan bibik Mencela dan menghardik aku Mereka tak bisa membedakan cinta dan hawa nafsu Nafsu mengatakan pada mereka, keluarga kami berseteru Mereka tidak tahu, dalam cinta tak ada seteru atau sahabat Cinta hanya mengenal kasih sayang Tidakkah mereka mengetahui? Kini cintaku telah terbagi Satu belahan adalah diriku Sedang yang lain ku berikan untuknya Tiada tersisa selain untuk kami Wahai burung- burung merpati yang terbang diangkasa Wahai negeri Irak yang damai Tolonglah aku Sembuhkan rasa gundah- gundah yang membuat kalbu tersiksa Dengarkanlah tangisanku Suara batinku Waktu terus berlalu, usia makin dewasa Namun jiwaku yang telah terbakar rindu Belum sembuh jua Bahkan semakin parah Bila kami ditakdirkan berjumpa Akan kugandeng lengannya Berjalan bertelanjang kaki menuju kesunyian Sambil

REPRODUKSI KARYA ILMIAH

REPRODUKSI KARYA ILMIAH Reproduksi karya ilmiah merupakan bentuk karya ilmiah yang disusun atas dasar karya ilmiah yang sudah ada. Dimana digunakan untuk menggubah karya ilmiah yang sudah ada, baik dalam bentuk ringkasan, ikhtisar maupun resensi buku. Bentuk reproduksi ilmiah antara lain: 1.       Ringkasan, Ikhtisar, Sinopsis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung makna: a.        Sinopsis n ikhtisar karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan bersama- sama dengan karangan asli ynag menjadi dasar sinopsis itu; ringkasan; abstraksi. b.       Ringkasan: hasil meringkas; ikhtisar; singkatan cerita, dll. c.        Ikhtisar: n pandangan secara ringkas, ringkasan. Jadi pada dasarnya ringkasan, ikhtisar dan sinopsis sama. Hanya saja terjadi perbedaan dalam penggunaan kata- kata tersebut. Sinopsis adalah bentuk meringkas yang mana berasal dari karya ilmiah yang panjang. Biasanya digunakan untuk ringkasan berupa karya fiksi. Ringkasan sendiri sebagai hasil meringkas miniatur karangan