Monday, September 26, 2016

Asmara Rindu

Mata sendu
Jangan merayu
Hanya akan membuat ragu
Biar rasa itu menunggu
Seiring berjalannya waktu
Ketika obrolan kita menjadi satu

Lesung pipi
Asmara yang menusuk hati
Wajah yang sekarang ku nanti
Menjadi perusak memori
Selalu hadir di setiap mimpi
Di mataku tinggal dia kini

Mata sendu, hujan rindu di mataku
Lesung pipi, seorang pujaan hati

Sunday, September 25, 2016

Tuhanku,

Dalam sendiri
Aku takut pada hari
Waktu berputar mengelilingi

Tuhan,
Aku buntu
Sedang butuh tandu
Aku masih menunggu
Doaku, kapan aku dituju

Tuhan,
Aku linglung
Lara hati kini menggulung
Hendak meledak seperti gunung

Tuhan,
Mukaku memerah
Aku ingin marah
Hatiku kini penuh amarah
Dekap aku agar tidak jatuh diinjak tanah

Monolog

Lalu apa yang terjadi padaku?
Jangan hanya tersenyum, ini bukan hal yang lucu
Kau tidak harus jujur padaku
Katakan hal yang membuatku bahagia
Seperti hujan saat ini, indah
Biar saja langit menderita
Toh, bumi akan sangat bahagia
Aku mengajakmu bicara, jangan diam
Bungkammu itu pertanda cinta atau kebencian
Bukan maksudku ingin tahu
Tapi aku terlanjur penasaran
Karena hatimu seperti badai yang tidak bisa aku perkirakan
Selangkah dua langkah
Tidak cukup untuk bisa mengerti kan?
Sekalipun aku rindu

Saturday, September 24, 2016

Wanka

Hidup penyair tak pernah sesederhana film.
Hidupnya demi keindahan tak bisa mewujudkan hatinya.
Rindu dan cinta hanya bumbu dari derita.
Kisahnya tak pernah ditulis karena terlampau sulit
Seperti puisi, penyair itu singkat dan rumit
Karena, sendiri baginya adalah keteduhan
Ramai adalah musuh yang menjadi bagian
Orang jadi asing karena keramaian
Sedang penyair hanya mengakui kawan dalam sendiri
Hatinya itu pintu yang selalu terkunci
Hanya muat satu dua kawan
Baginya cukup, kalau saja tidak pergi meninggalkannya
Ternyata, kawan sama saja
Penyair duduk berdua dengan sahabat pena

Wednesday, September 21, 2016

Surat biru

Jika bom atom pertama jatuh di hiroshima
Jepang hancur lebur tak bersisa
Maka bom juga jatuh tepat di atas kepalaku
Rintihannya tak akan sampai di telingamu
Sejak surat undangan berwarna biru penuh cinta kau layangkan
Entah aku harus bersyukur
Atau melepas tangisan pada bumi
Dukanya kapan ia akan sembuh

Hidup dan kopi akan sama pahitnya kini
Yang ku sebut gula, rupanya bukan milikku

Tenda

Sebuah tenda mengingatkanku
Bahwa aku memulai malam itu sendiri
Bahwa aku memukul mundur malam
Aku merayu hujan untuk tidak turun
Meredamkan hati agar tidak dikoyak takut
Aku menggantungkan diriku pada kegelapan

Tanpa yang ku sebut teman,
Yang ternyata hanya datang karena kepentingan
Aku berjalan dalam keheningan
Mampus, pikirku bila binatang menerkam badan
Aku akan hilang bersama malam penuh kesunyian
Dan mungkin semalam suntuk akan ngobrol dengan tuhan

Benar

Kau benar
Aku tidak punya banyak teman
Bahkan kau bisa menghitung dengan jarimu
Bahkan untuk teman bicara, aku tidak punya

Aku sering diam
Lalu bicara pada diriku sendiri
Bahkan aku sudah gila karena berbicara pada cermin
Aku berpikir untuk mengklonkan dirimu
Berdua untuk tidak kesepian

Tidak ada yang menanyakan kabarku
Selama ini orang hanya datang dan pergi
Tidak ada yang benar2 berteman menyentuh hati
Mereka hanya sekedar basa basi
Semua pertemanan hanya karena kepentingan
Jika tidak, mereka tidak akan menghubungiku dan menyebutku teman
Lalu kenapa kau bilang aku aneh?

Tuesday, September 20, 2016

Teman seperjalanan

teman seperjalananku,
yang aku sayangi dan aku kasihi
dia sangat manis, tapi
dia akan meninggalkanku

Kenapa kau melakukannya padaku?

aku paham takdir,
jadi kita tidak perlu terlalu berteman
adalah alasan aku enggan berbagi
enggan terlalu dekat
karena pasti kau akan meninggalkanku
jika melangkah terlalu jauh
itu menyakitiku

aku sudah belajar berjalan sendiri terlepas bisa atau tidak

Sunday, September 18, 2016

Dari sini

Aku sendiri
Melihat pesawat terbang ke arah bulan
Entah itu utara atau selatan
Barat, timur atau arah lainnya
Semarang terlihat seperti ribuan bintang penuh cahaya
Di sini dingin, sudah pasti kopi terlihat begitu nikmat
Aku tidak perlu lampu, atau pencahayaan lainnya
Cahaya bulan sangat memukau di sini
Dalam perjalananku di antara kebun teh penuh rindu
Aku tidak yakin, sambil memperhatikan malam
Ku hitung bintang penuh kesungguhan
Kau akan sangat iri,
Aku melihat bintang jatuh dengan indah
Dari sini

Hutan

Tempatku berlari, dari hidup
Kenapa aku tidak mati dimakan binatang buas
Atau jatuh terperosok ke dalam jurang
Lebih lebih jatuh kesandung menabrak pohon
Atau hilang tersesat, lalu mati karena tidak bisa pulang

Di dalam hutan gelap
Aku berpikir
Tuhan menyelamatkan, agar bisa menyiksa di dunia
Agar tidak bisa hidup dengan mudah
Kenapa aku harus baik baik saja

Tuesday, September 13, 2016

Jiwa

Oh jiwa, aku sedang menderita
Apa yang lebih tidak berguna daripada diriku?
Aku tidak punya harta,
Apalagi cinta, mustahil rasanya
Urusan perut membuatku terlunta- lunta
Usahaku menjadi seperti kentut kera
Apa yang lebih menyedihkan daripada ini?

Oh jiwa, sang penguasa tidur
Bisikku terdengar masuk telinga kanan
Lalu menembus telinga kiri
Ada yang tahu, tapi menganggap tidak mau tahu
Aku bangunkan allah,
Tidak ada pergerakan

Oh jiwa, aku ini hina
Dibuat sedemikian rupa
Kini doa tinggal nama
Lalu lari mencari rumah allah, mengadu
Mungkin tidak mendengar berita
Bahwa aku sedang sangat menderita
Dan hampir lupa bahwa allah itu ada

Friday, September 9, 2016

Zona kebenaran

Jalan kebenaran sekarang sepi
Zona aman dipilih karena umpan materi
Kini, memilih berjalan sendiri
Sekalipun tahu nyawa kerap diintimidasi

Kekuasaan kini menjadi andalan
Lebih berarti ketimbang kebenaran
Lalu banyak yang tahu tapi membiarkan
Penguasa lalim menggunakan kekuatan
Dan dia dibunuh karena mencari kebenaran

Jarak

Aku merasa terluka,
Bersamamu hidupku menjadi berwarna
Aku merasakan bahwa hidup ini manis
Aku melihat surga ketika bersamamu

Kerinduan selalu mengatakan bahwa jarak memisahkan
Tapi mengapa, sekalipun kita mendekat, jarak diantara kita tidak berkurang
Kita berdua bersama, tapi aku merasa sendiri
Ya Tuhan, siksaan seperti apa ini
Kita seperti langit dan bumi
Bukan perbedaan yang memisahkan kita,
Kita selalu berhadapan, berjalan bersama setiap hari
Kita saling berpandangan dan memperhatikan
Tapi takdir sedang menyiksa kita

Kita berdua jauh berjalan
Seperti dua orang musafir
Saling menjaga dan menyayangi

Dengar, kawan seperjalananku
Seseorang yang ada dalam doaku
Jika esok pagi kita berpisah
Bolehkah aku marah pada takdir?

Sunday, September 4, 2016

Lupaku

Aku hilang di jalan
Di tengah hujan
Di akhir malam
Sendiri di hutan
Aku lupa, untuk apa?
Aku menangis, untuk siapa?
Mengapa aku menangis?
Aku lupa,

Aku tak tahu jalan pulang
Kiri, kanan, serong, mengapa sama?
Cahaya turun dari langit
Bintang utara menghilang
Navigasi penuntunku pulang
Aku, apa bisa pulang?
Aku lupa untuk apa?
Pulangku untuk siapa?
Mengapa aku harus pulang?
Aku lupa,

Kita ini apa?