Wednesday, September 4, 2019

Ibu Buruh Pabrik

Ibu-ibu buruh siang hari keluar dari pabrik
Berjalan berjubel memenuhi seisi jalan raya
Padat, panas, membuat semrawut ruwet jalanan
Sebagian dari duduk "mburuh rokok" duduk lagi berjualan di pojok jalan
Menghadap sembako dan meneteskan peluh
Sisi jalan lain seorang ibu buruh pabrik ditempel "koyo" di pelipis kening
Wajahnya tidak lagi muda, kelelahan
Pilih-pilih sembako jualan teman sebangku
Sebuah plastik berisi lauk dan kerupuk dalam genggaman
Mereka cari makan untuk keluarga
Anak-anak ditinggalkan agar bisa pulang bawa makan

Begitu tradisi "mburuh" rokok setiap hari dari generasi ke generasi

Pena dan Arti

Setia pada dirimu sendiri
Mengajarkan hidup butuh banyak pertentangan
Diawali janji bahagia meski tanpa dirimu, mustahil
Hatiku tidak diketuk meski aku menulis
Pahitnya nampak seperti secangkir kopi malam ini
Jalanku panjang, lebar, ditambah kesunyian lengkap
Tak lagi pena kubuat menulis puisi agar kau bahagia
Dari mengetik aku mengerti kehidupan berubah
Banyak arti tak mau aku mengerti
Aku berjalan tanpa menyadari jika perubahan ini menyakiti
Hatiku, duniaku, dan seisinya seakan-akan aku mengabaikannya
Seolah kepergianmu dan hasrat yang kesulitan tumbuh sekali lagi
Menjadikan tulisanku hanya sebuah berita di surat kabar
Dibaca lantas dicampakkan begitu saja tanpa arti

Pada Jalan Waktu Malam

Aku hendak beranjak, tapi kemana
Jalanku seberang berlawanan arah angin dan suara rintihan yang menggangguku
Sebab jiwaku tak lagi diisi aroma istimewa seperti kehadiranmu dulu
Wakti merubah kehidupanku mebjadi sukar bermimpi
Aku mulai menyadari tidak memiliki kepercayaan diti
Sejak berpisah di kampus dan membangun kehidupan baru
Nyata dari mataku jika jalanku tidak akan semudah dirimu
Malamku tidak lagi ditemani puisi penuh cinta dan hasrat membara
Sepi, sunyi, dan perasaan trenyuh tanpa henti menghantui
Sebagaimana rindu tak dapat ditarik dari kalbu yang ringkih ini
Aku ketakutan dipojokkan malam
Sendiri dan mencoba terus agat dapat bangkit kembali
Seperti manusia

Setiap Pekerjaan

Aku hendak mendebat kehidupan yang menurutku tidak adil ini
Sebab belum cukup hatiku terluka karena kehilangan
Mengapa sempat kehidupan ini mempermainkan?
Dalam hatiku tak kunjung sembuh agar kau paham
Demikian dunia aku inginkan
Silih berganti dunia memilihkan jalan yang tidak mampu mengobati
Aku lebih terlihat seperti seseorang yang putus asa menjalani hidupnya
Setiap pekerjaan yang aku lalui hampa, sunyi
Apa kau tidak mengerti, impianku tak sampai di ujung jari
Tentangmu dan pekerjaan penuh cinta yang tidak aku dapatkan
Tegarku meski bagaimana kerumitan seperti petaka ini
Selain menjalaninya, tidak ada pilihan
Baik cinta maupun pekerjaan

Tapi aku masih menulis

Kita ini apa?